Pengaruh Mu'ta
DI BAWAH pimpinan Khalid bin'l-Walid
pasukan Muslimin kini kembali pulang setelah terjadi peristiwa Mu'ta itu.
Mereka kembali tidak membawa kemenangan, juga tidak membawa kekalahan. Mereka
kembali pulang dengan senang hati.
Penarikan mundur ini setelah - Zaid b.
Haritha, Ja'far b. Abi Talib dan Abdullah b. Rawaha tewas - telah meninggalkan
kesan yang berlain-lainan sekali pada pihak Rumawi, pada pihak Muslimin yang tinggal
di Medinah dan pada pihak Quraisy di Mekah. Rumawi merasa gembira sekali dengan
penarikan mundur pasukan Muslimin itu. Mereka sudah merasa bersyukur, sebab
pertempuran itu tidak sampai berlangsung lama, meskipun tentara Rumawi terdiri
dari seratus ribu menurut satu sumber, - atau dua ratus ribu menurut sumber
yang lain, - sementara pasukan Muslimin terdiri dari tiga ribu orang.
Kegembiraan pihak Rumawi itu - baik disebabkan oleh ketangkasan Khalid
bin'l-Walid dalam bertahan mati-matian dengan kekuatannya dalam mengadakan
serangan, sehingga ia menghabiskan sembilan pedang yang patah di tangannya
ketika bertempur setelah tewasnya tiga sahabatnya itu, atau disebabkan oleh
kecerdikannya dalam mengatur dan membagi-bagi pasukannya pada hari kedua dan
yang telah menimbulkan hiruk-pikuk sehingga pihak Rumawi mengira bahwa bala
bantuan telah didatangkan dari Medinah - namun kabilah-kabilah Arab yang
tinggal di perbatasan dengan Syam sangat kagum sekali melihat tindakan Muslimin
ketika itu.
Tersebarnya Islam di sebelah utara
Karena peristiwa itu pula salah seorang
pemimpin mereka (Farwa b. 'Amr al-Judhami, seorang komandan pasukan Rumawi)
langsung menyatakan diri masuk Islam. Akan tetapi, atas perintah Heraklius dia
kemudian ditangkap dengan tuduhan berkhianat. Sungguh pun begitu Heraklius
masih bersedia membebaskannya kembali asal saja ia mau kembali ke dalam
pangkuan agama Nasrani, bahkan ia bersedia mengembalikannya pada jabatan semula
sebagai komandan pasukan. Tetapi Farwa menolak dan tetap menolak dengan tetap
bertahan dalam keislamannya, sehingga akhirnya ia dibunuh juga. Tetapi karena
itu pula Islam makin luas tersebar di kalangan kabilah-kabilah Najd yang
berbatasan dengan Irak dan Syam. Ketika itu di sana Rumawi sedang berada dalam
puncak kekuasaannya.
Dengan bertambah banyaknya orang masuk ke
dalam agama baru ini Kerajaan Bizantium makin goyah kedudukannya, sehingga ada
penguasa Heraklius, yang bertugas membayar gaji militer, ketika itu berkata
lantang kepada orang-orang Arab Syam yang ikut dalam perang; "Lebih baik
kalian menarik diri. Kerajaan dengan susah payah baru dapat membayar gaji
angkatan perangnya. Untuk makanan anjingnya pun sudah tidak ada."
Tidak heran kalau mereka lalu meninggalkan
kerajaan dan meninggalkan angkatan perangnya. Sebaliknya, agama baru ini makin
cemerlang sinarnya memancar dihadapan mereka, yang akan mengantarkan mereka
kepada kebenaran yang lebih tinggi, yang akan menjadi tujuan umat manusia. Itu
pula sebabnya, selama waktu itu saja ribuan orang telah masuk Islam, yang terdiri
dari kabilah Sulaim dengan pemimpinnya Al-'Abbas ibn Mirdas, kabilah-kabilah
Asyja' dan Ghatafan yang dahulu sudah bersekutu dengan Yahudi sampai hancurnya
Yahudi di Khaibar, demikian juga kabilah-kabilah 'Abs, Dhubyan dan Fazara.
Peristiwa Mu'ta ini jugalah yang telah imemudahkan persoalan bagi Muslimin di
bagian utara Medinah sampai ke perbatasan Syam itu, dan ini pula yang telah
membuat Islam lebih terpandang dan lebih kuat.
Akan tetapi buat Muslimin yang tinggal di
Medinah pengaruhnya lain lagi. Bilamana mereka melihat Khalid dan pasukannya
kembali dari perbatasan Syam tidak membawa kemenangan atas pasukan Heraklius,
mereka bersorak-sorak mengatakan: "He orang-orang pelarian! Kamu lari dari
jalan Allah!" Beberapa orang anggota pasukan itu merasa demikian malu
sampai ada yang tidak berani keluar rumah, supaya jangan lagi diperolok-olok
oleh anak-anak dan pemuda-pemuda Muslimin dengan tuduhan melarikan diri itu.
Sebaliknya di mata Quraisy, akibat Mu'ta
itu dipandang oleh mereka sebagai suatu kehancuran dan pukulan berat buat
Muslimin, sehingga tak ada lagi orang yang mau menghiraukan mereka atau
menganggap penting segala perjanjian dengan mereka. Biarlah keadaan kembali
seperti sebelum 'umrat'l-qadza'. Biarlah keadaan kembali seperti sebelum
Perjanjian Hudaibiya. Biarlah orang-orang Quraisy kembali lagi menyerang kaum
Muslimin dan siapa saja yang masih terikat perjanjian dengan mereka tanpa harus
merasa takut ada tindakan hukum dari Muhammad.
Quraisy melanggar Perjanjian Hudaibiya
Perdamaian Hudaibiya antara lain sudah
menentukan, bahwa barangsiapa yang ingin masuk kedalam persekutuan dengan
Muhammad boleh saja, dan barangsiapa ingin masuk kedalam persekutuan dengan
pihak Quraisy juga boleh. Ketika itu Khuza'a masuk bersekutu dengan Muhammad
sedang Banu Bakr dengan pihak Quraisy. Sebenarnya antara Khuza'a dengan Banu
Bakr ini sudah lama timbul permusuhan yang baru reda setelah ada perjanjian
Hudaibiya, masing-masing kabilah menggabungkan diri dengan pihak yang
mengadakan perdamaian itu.
Dengan adanya peristiwa yang telah terjadi
di Mu'ta itu, sekarang terbayang oleh Quraisy bahwa Muslimin pasti mengalami
kehancuran. Sudah terbayang oleh Banu'd-Dil, sebagai bagian dari Banu Bakr b.
'Abd Manat, bahwa sekarang sudah tiba waktunya akan membalas dendam lamanya kepada
Khuza'a, ditambah lagi memang ada segolongan orang dari pihak Quraisy yang ikut
mendorong, diantaranya 'Ikrima b. Abi Jahl dan beberapa orang pemimpin Quraisy
lainnya yang sekalian memberikan bantuan senjata.
Khuza'a meminta bantuan Nabi
Malam itu pihak Khuza'a sedang berada di
tempat pangkalan air milik mereka sendiri yang bernama al-Watir, oleh pihak
Banu Bakr mereka diserang dengan tiba-tiba sekali dan beberapa orang dari pihak
Khuza'a dibunuh. Sekarang Khuza'a lari ke Mekah, berlindung kepada keluarga
Budail b. Warqa, dengan mengadukan perbuatan Quraisy dan Banu Bakr yang telah
melanggar perjanjian dengan Rasulullah itu. Untuk itu 'Amr b. Salim dari
Khuza'a cepat-eepat pula pergi ke Medinah. Dan bila ia sudah menghadap Muhammad
yang ketika itu sedang dalam mesjid dengan beberapa orang, diceritakannya apa
yang telah terjadi itu dan ia meminta pertolongannya.
"'Amr b. Salim, mesti engkau
dibela," kata Rasulullah.
Sesudah itu Budail b. Warqa, bersama
beberapa orang dari pihak Khuza'a kemudian berangkat pula ke Medinah. Mereka
melaporkan kepada Nabi mengenai nasib yang mereka alami itu serta adanya
dukungan Quraisy kepada Banu Bakr. Melihat apa yang telah dilakukan Quraisy
dengan merusak perjanjian itu, maka tak ada jalan lain menurut Nabi, Mekah harus
dibebaskan. Untuk itu ia bermaksud mengutus orang kepada kaum Muslimin di
seluruh jazirah supaya bersiap-siap menantikan panggilan yang belum mereka
ketahui apa tujuannya panggilan demikian itu.
Orang bijaksana Quraisy cemas
Sebaliknya orang-orang yang dapat berpikir
lebih bijaksana di kalangan Quraisy, mereka sudah dapat menduga bahaya apa yang
akan timbul akibat tindakan 'Ikrima dan kawan-kawannya dari kalangan pemuda
itu. Kini persetujuan Hudaibiya sudah dilanggar, dan pengaruh Muhammad di
seluruh jazirah sekarang sudah bertambah kuat. Sekiranya apa yang telah terjadi
itu dipikirkan, bahwa pihak Khuza'a akan menuntut balas terhadap penduduk
Mekah, pasti Kota Suci itu akan sangat terancam bahaya. Jadi apa yang harus
mereka lakukan sekarang?
Mereka mengutus Abu Sufyan ke Medinah,
dengan maksud supaya persetujuan itu diperkuat kembali dan diperpanjang
waktunya. Barangkali waktu yang sudah itu berlaku untuk dua tahun, sekarang
mereka mau supaya menjadi sepuluh tahun.
Abu Sufyan di Medinah
Abu Sufyan, sebagai pemimpin mereka dan
sebagai orang yang bijaksana di kalangan mereka kini berangkat menuju Medinah.
Ketika sampai di 'Usfan dalam perjalanannya itu ia bertemu dengan Budail b.
Warqa, dan rombongannya. Ia kuatir Budail sudah menemui Muhammad dan melaporkan
apa yang telah terjadi. Hal ini akan lebih mempersulit tugasnya. Tetapi Budail
membantah bahwa ia telah menemui Muhammad. Sungguhpun begitu, dari kotoran
binatang tunggangan Budail itu ia mengetahui, bahwa orang itu memang dari
Medinah. Oleh karena itulah, ia tidak akan langsung menemui Muhammad lebih
dulu, melainkan akan menuju ke rumah puterinya, Umm Habiba, isteri Nabi.
Mungkin ia (Umm Habiba) memang sudah
mengetahui rasa kasih sayang Nabi kepada Quraisy meskipun ia belum mengetahui
apa yang sudah menjadi keputusannya mengenai Mekah. Dan mungkin juga semua
Muslimin yang ada di Medinah demikian.
Waktu itu Abu Sutyan sudah akan duduk di
lapik yang biasa diduduki Nabi, tapi oleh Umm Habiba lapik itu segera
dilipatnya. Lalu oleh ayahnya ia ditanya, melipat lapik itu karena ia sayang
kepada ayah, ataukah karena sayang kepada lapik.
"Ini lapik Rasulullah s.a.w.,"
jawabnya. "Ayah orang musyrik yang kotor. Saya tidak ingin ayah duduk di
tempat itu."
"Sungguh engkau akan mendapat celaka,
anakku," kata Abu Sufyan. Lalu ia keluar dengan marah.
Kegagalan misi Abu Sufyan
Sesudah itu ia pergi menemui Muhammad,
bicara mengenai perjanjian serta perpanjangan waktunya. Tetapi Nabi tidak
memberikan jawaban samasekali. Selanjutnya ia pergi menemui Abu Bakr supaya
membicarakan maksudnya itu dengan Nabi. Tetapi Abu Bakr juga menolak. Sekarang
Umar bin'l-Khattab yang dijumpainya. Tetapi Umar memberikan jawaban yang cukup
keras: "Aku mau menjadi perantara kamu kepada Rasulullah? Sungguh, kalau
yang ada padaku hanya remah, pasti dengan itu pun akan kulawan engkau."
Seterusnya ia menemui Ali b. Abi Talib, dan Fatimah ada di tempat itu.
Dikemukakannya maksud kedatangannya itu dan dimintanya supaya ia menjadi
perantaranya kepada Rasul. Tetapi Ali mengatakan dengan lemah-lembut bahwa tak
ada orang yang akan dapat menyuruh Muhammad menarik kembali sesuatu yang sudah
menjadi keputusannya. Selanjutnya utusan Quraisy itu meminta pertolongan
Fatimah supaya Hasan - anaknya - berusaha memintakan perlindungan di kalangan
khalayak ramai.
"Tak ada orang akan berbuat demikian
itu dengan maksud akan dihadapkan kepada Rasulullah," jawab Fatimah.
Sekarang keadaannya jadi makin gawat buat
Abu Sufyan. Ia meminta pendapat Ali.
"Sungguh saya tidak tahu, apa yang
kiranya akan berguna buat kau," jawab Ali. "Tetapi engkau pemimpin
Banu Kinana. Cobalah minta perlindungan kepada orang ramai; sesudah itu,
pulanglah ke negerimu. Saya kira ini tidak cukup memuaskan. Tapi hanya itu yang
dapat saya usulkan kepadamu."
Abu Sufyan lalu pergi ke mesjid dan di sana
ia mengumumkan bahwa ia sudah meminta perlindungan khalayak ramai. Kemudian ia
menaiki untanya dan berangkat pulang ke Mekah dengan membawa perasaan kecewa
karena rasa hina yang dihadapinya dari anaknya sendiri dan dari orang-orang -
yang sebelum mereka hijrah - pernah mengharapkan belas-kasihannya.
Abu Sufyan kembali ke Mekah. Kepada
masyarakatnya ia melaporkan segala yang dialaminya selama di Medinah serta
perlindungan yang dimintanya dari masyarakat ramai atas saran Ali, dan bahwa
Muhammad belum memberikan persetujuannya.
"Sial!" kata mereka. "Orang
itu lebih-lebih lagi mempermainkan kau."
Lalu mereka kembali lagi mengadakan
perundingan.
Persiapan Muslimin membebaskan Mekah
Sebaliknya Muhammad, ia berpendapat tidak
akan memberikan kesempatan mereka mengadakan persiapan untuk memeranginya. Oleh
karena ia sudah percaya pada kekuatan sendiri dan pada pertolongan Tuhan
kepadanya, ia berharap akan dapat menyergap mereka dengan tiba-tiba, sehingga
mereka tidak lagi sempat mengadakan perlawanan dan dengan demikian mereka
menyerah tanpa pertumpahan darah.
Oleh karena itu diperintahkannya supaya
orang bersiap-siap. Dan setelah persiapan selesai, diberitahukan kepada mereka,
bahwa kini ia siap berangkat ke Mekah, dan diperintahkan pula supaya mereka
cepat-cepat. Sementara itu ia berdoa kepada Tuhan mudah-mudahan Quraisy tidak
sampai mengetahui berita perjalanan Muslimin itu.
Surat Abi Balta'a kepada Quraisy
Ketika tentara Muslimin sudah siap-siap
akan berangkat, Hatib b. Abi Balta'a mengirim sepucuk surat di tangan seorang
wanita dari Mekah, budak salah seorang Banu 'Abd'l-Muttalib bernama Sarah
dengan dlberi upah supaya surat itu disampaikan kepada pihak Quraisy, yang
isinya memberitahukan, bahwa Muhammad sedang mengadakan persiapan hendak
menghadapi mereka. Sebenarnya Hatib orang besar dalam Islam. Tapi sebagai
manusia, dari segi kejiwaannya ia mempunyai beberapa kelemahan, yang kadang
cukup menekan jiwanya sendiri dan menghanyutkannya kedalam suatu masalah yang
memang tidak dikehendakinya. Masalah ini oleh Muhammad segera pula diketahui.
Cepat-cepat disuruhnya Ali b. Abi Talib dan
Zubair bin'l-'Awwam mengejar Sarah. Wanita itu disuruh turun, surat dicarinya
di tempat barang tapi tidak juga diketemukan. Wanita itu diperingatkan, bahwa
kalau surat itu tidak dikeluarkan, merekalah yang akan membongkarnya. Melihat
keadaan yang begitu sungguh-sungguh, wanita itu berkata: Lalulah.
Kemudian ia membuka ikatan rambutnya dan
surat itu pun dikeluarkan, yang oleh kedua orang itu lalu dibawa kembali ke
Medinah.
Sekarang Hatib dipanggil oleh Muhammad dan
ditanya kenapa ia sampai berbuat demikian.
"Rasulullah," kata Hatib.
"Demi Allah, saya tetap beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah.
Sedikit pun tak ada perubahan pada diri saya. Akan tetapi saya, yang tidak
punya hubungan keluarga atau kerabat dengan mereka itu, mempunyai seorang anak
dan keluarga di tengah-tengah mereka. Maka itu sebabnya saya hendak menenggang
mereka."
"Rasulullah," sela Umar
bin'l-Khattab. "Serahkan kepada saya, akan saya penggal lehernya. Orang
ini bermuka dua."
"Dari mana engkau mengetahui itu,
Umar," kata Rasulullah. "Kalau-kalau Allah sudah menempatkan dia
sebagai orang-orang Badr ketika terjadi Perang Badr." Lalu katanya:
"Berbuatlah sekehendak kamu. Sudah kumaafkan kamu."
Dan Hatib memang orang yang ikut dalam
Perang Badr. Ketika itulah firman Tuhan datang: "Orang-orang yang beriman!
Janganlah musuhKu dan musuh kamu dijadikan sahabat-sahabat kamu, dengan
memperlihatkan kasih-sayang kamu kepada mereka." (Qur'an, 60: 1)
Perjalanan tentara Muslimin
Sekarang pasukan tentara Muslimin sudah
mulai bergerak dari Medinah menuju Mekah, dengan tujuan membebaskan kota itu
serta menguasai Rumah Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan tempat berkumpul
bagi manusia dan tempat yang aman.
Pasukan ini bergerak dalam suatu jumlah
yang belum pernah dialami oleh kota Medinah. Mereka terdiri dan kabilah-kabilah
Sulaim, Muzaina, Ghatafan dan yang lain, yang telah menggabungkan diri, baik
kepada Muhajirin atau pun kepada Anshar. Mereka berangkat bersama-sama dengan
mengenakan pakaian besi. Mereka melingkar ke tengah-tengah padang sahara yang
membentang luas itu, sehingga apabila kemah-kemah mereka sudah dikembangkan,
tertutup belaka oleh debu pasir sahara itu; sehingga karenanya orang takkan
dapat melihatnya. Mereka yang terdiri dari ribuan orang itu telah mengadakan
gerak cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut
menggabungkan diri, yang berarti menambah jumlah dan menambah kekuatan pula.
Semua mereka berangkat dengan kalbu yang penuh iman, bahwa dengan pertolongan
Allah mereka akan mendapat kemenangan. Perjalanan ini dipimpin oleh Muhammad
dengan pikiran dan perhatian tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci tanpa
akan mengalirkan darah setetes sekalipun.
Bila pasukan ini sudah sampai di Marr'z-Zahran1
dan jumlah anggota pasukan sudah mencapai sepuluh ribu orang, pihak Quraisy
belum juga mendapat berita. Mereka masih dalam silang-sengketa, bagaimana
caranya akan menangkis serangan dari Muhammad.
Oleh Abbas b. 'Abd'l-Muttalib - paman Nabi
ditinggalkannya mereka itu dalam perdebatan dan dia sendin sekeluarga berangkat
menemui Muhammad di Juhfa.2 Boleh jadi sudah ada orang-orang dari Banu Hasyim
yang sudah menerima berita atau semacam berita tentang kebenaran Nabi. Lalu
mereka bermaksud menggabungkan diri tanpa akan mendapat sesuatu gangguan.
Disamping Abbas, yang juga berangkat
menyongsong ialah Abu Sufyan bin'l-Harith b. 'Abd'l-Muttalib, sepupu Nabi,
Abdullah b. Abi Umayya bin'l-Mughira, anak bibinya. Mereka menggabungkan diri
dengan pasukan Muslimin di Niq'l-'Uqab. Mereka berdua minta ijin akan menemui
Nabi, tapi Nabi menolak.
"Tidak perlu aku kepada mereka,"
katanya kepada Umm Salama, isterinya, ketika ia mencoba membicarakan masalah
dua orang itu. "Aku sudah banyak menderita karena anak pamanku itu. Sedang
anak bibiku, dan iparku pula, ia sudah mengatakan yang bukan-bukan ketika ia di
Mekah."
Keterangan ini disampaikan kepada Abu
Sufyan, dan dia berkata: "Demi Allah, bagiku hanyalah aku ingin diijinkan
bertemu, atau, dengan bantuan anakku ini, kami akan pergi ke mana saja, sampai
kami mati kehausan dan kelaparan."
Nabi merasa kasihan kepada mereka. Kemudian
mereka pun diijinkan masuk menemuinya, dan mereka menyatakan masuk Islam.
Abbas b. Abd'l-Muttalib
Menyaksikan pasukan Muslimin serta kekuatannya
yang demikian rupa, Abbas b. 'Abd'l-Muttalib sekarang merasa cemas dan terkejut
sekali. Sekalipun ia sudah masuk Islam, namun hatinya selalu kuatir akan
bencana yang akan menimpa Mekah jika kekuatan pasukan yang belum pernah ada
bandingannya di seluruh jazirah Arab itu kelak menyerbu ke dalam kota. Bukankah
baru saja ia meninggalkan Mekah, meninggalkan keluarga dan handai-tolan, yang
belum lagi terputus pertalian mereka karena Islam yang baru dianutnya itu?
Boleh jadi ia menyatakan rasa kekuatirannya itu kepada Rasul, dan ia bertanya
apa yang akan diperbuatnya kalau pihak Quraisy minta damai. Atau boleh jadi
juga sepupunya ini yang dengan senang hati membuka pembicaraan dengan Abbas
dalam hal ini, dan diharapkannya ia menjadi seorang utusan yang akan memberi
kesan yang menakutkan kepada sekelompok orang di kalangan Quraisy itu, sehingga
kelak dapat memasuki Mekah tanpa sesuatu pertumpahan darah dan Mekah akan tetap
dalam kesuciannya seperti dulu dan seperti yang seharusnya akan demikian.
Dengan duduk di atas seekor bagal3 putih
kepunyaan Nabi, Abbas berangkat pergi ke daerah Arak, dengan harapan
kalau-kalau ia akan berjumpa dengan orang mencari kayu, atau tukang susu atau
dengan manusia siapa saja yang sedang pergi ke Mekah. Ia akan menitipkan pesan kepada
penduduk kota itu tentang kekuatan pasukan Muslimin yang sebenarnya supaya
mereka kelak menemui Rasulullah dan minta damai sebelum pasukan ini memasuki
kota dengan kekerasan.
Sejak pihak Muslimin berlabuh di
Marr'z-Zahran, pihak Quraisy sudah mulai merasakan adanya bahaya yang sedang
mendekati mereka. Maka diutusnya Abu Sufyan b. Harb, Budail b. Warqa' dan Hakim
b. Hizam - masih kerabat Khadijah - mencari-cari berita serta mengajuk sampai
seberapa jauh bahaya yang mungkin mengancam mereka itu.
Abu Sufyan mengintai
Sementara Abbas sedang di atas bagal Nabi
yang putih itu, tiba-tiba ia mendengar ada percakapan antara Abu Sufyan b. Harb
dengan Budail b. Warqa' sebagai berikut:
Abu Sufyan: "Aku belum pernah melihat
api unggun dan pasukan tentara seperti yang kita lihat malam ini."
Budail: "Tentu itu api unggun Khuza'a
yang sudah dirangsang perang."
Abbas sudah mengenal suara Abu Sufyan itu,
lalu dipanggilnya dengan nama julukannya:
"Abu Hanzala!"
"Abu'l-Fadzl!" gilir Abu Sufyan
menyahut.
"Abu Sufyan, kasihan engkau!"
kata Abbas. "Rasulullah berada di tengah-tengah rombongan itu. Apa jadinya
Quraisy kalau mereka memasuki Mekah dengan kekerasan."
"Apa yang harus kita perbuat!"
kata Abu Sufyan. "Kupertaruhkan ibu-bapaku untukmu."4
Oleh Abbas ia dinaikkannya di belakang
bagal dan diajaknya berangkat bersama-sama, sedang kedua temannya disuruhnya
kembali ke Mekah. Oleh karena ketika melihat bagal itu mereka sudah
mengenalnya, dibiarkannya ia dengan penumpangnya itu lalu di hadapan mereka, di
tengah-tengah sepuluh ribu orang yang sedang memasang api unggun, yang sengaja
dipasang untuk menimbulkan kegentaran dalam hati penduduk Mekah.
Akan tetapi ketika bagal itu lalu di depan
api unggun Umar bin'l-Khattab, dan Umar melihatnya, sekaligus ia mengenal Abu Sufyan
dan diketahuinya pula bahwa Abbas hendak melindunginya. Cepat-cepat ia pergi ke
kemah Nabi dan dimintanya kepada Nabi supaya batang leher orang itu dipenggal.
"Rasulullah," kata Abbas.
"Saya sudah melindunginya."
Abu Sufyan di hadapan Rasul
Menghadapi situasi semacam itu dan waktu
sudah malam pula, dan setelah terjadi perdebatan yang kadang sengit juga antara
Umar dan Abbas, Muhammad berkata: "Bawalah dia dulu ke tempatmu, Abbas.
Pagi-pagi besok bawa ke mari."
Keesokan harinya, bilamana Abu Sufyan sudah
dibawa lagi menghadap Nabi dan disaksikan oleh pembesar-pembesar dari kalangan
Muhajirin dan Anshar - terjadi dialog demikian ini:
Nabi: "Kasihan kamu Abu Sufyan!
Bukankah sudah tiba waktunya sekarang engkau harus mengetahui, bahwa tak ada
Tuhan selain Allah!?"
Abu Sufyan: "Demi ibu-bapaku! Sungguh
bijaksana engkau! Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga!
Aku memang sudah menduga, bahwa tak ada tuhan selain Allah, itu sudah mencukupi
segalanya."
Nabi: "Kasihan engkau Abu Sufyan!
Bukankah sudah tiba waktunya engkau harus mengetahui, bahwa aku
Rasulullah!?"
Abu Sufyan: "Demi ibu-bapaku! Sungguh
bijaksana engkau! Sungguh pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga!
Tetapi mengenai hal ini, sungguh sampai sekarang masih ada sesuatu dalam
hatiku."
Sekarang Abbas campur tangan. Ia bicara
dengan ditujukan kepada Abu Sufyan, supaya ia mau menerima Islam dan bersaksi
bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad pesuruhNya - sebelum batang
lehernya dipenggal. Menghadapi hal ini buat Abu Sufyan tak ada jalan lain ia
harus menerima. Sekarang Abbas menghadapkan pembicaraannya kepada Nabi
'alaihissalam:
"Rasulullah," katanya. "Abu
Sufyan orang yang gila hormat. Berikanlah sesuatu kepadanya."
"Ya," kata Rasulullah
"Barangsiapa datang ke rumah Abu Sufyan, orang itu selamat, barangsiapa
menutup pintu rumahnya orang itu selamat dan barangsiapa masuk ke dalam mesjid
orang itu juga selamat."
Ahli-ahli sejarah dan penulis-penulis
riwayat hidup Nabi semua sepakat tentang terjadinya peristiwa-peristiwa itu.
Hanya sebagian mereka masih ada yang bertanya-tanya: Adakah semua itu terjadi
karena kebetulan saja? Kepergian Abbas kepada Nabi dengan maksud hendak pergi
ke Medinah, tiba-tiba bertemu dengan pasukan tentara Muslimin di Juhfa, begitu
juga kepergian Budail b. Warqa' dan Abu Sufyan b. Harb yang hanya sekedar mau
mengintai, padahal sebelum itu Budail sendiri sudah ke Medinah dan melaporkan
kepada Nabi apa yang telah terjadi terhadap Khuza'a dan dari Nabi diketahuinya
bahwa Nabi akan membelanya. Adakah dalam kepergiannya ini Abu Sufyan tidak
menyadari bahwa Muhammad juga telah berangkat hendak menyerbu Mekah? Ataukah
karena sesuatunya itu - sedikit banyak - dengan suatu persepakatan yang sudah
diatur lebih dulu, dan karena persepakatan itu pula, telah mempertemukan Abbas
dengan Abu Sufyan, dan bahwa Abu Sufyan sudah yakin - sejak ia pergi ke Medinah
hendak meminta perpanjangan waktu Perjanjian Hudaibiya dan kembali dengan
tangan kosong - bahwa tak ada jalan lain buat Quraisy akan dapat menahan
Muhammad dan yakin pula ia bahwa kalau ia membukakan jalan untuk pembebasan itu
ia akan tetap memegang pimpinan dan mempertahankan kedudukannya yang penting di
Mekah, dan bahwa apa yang telah menjadi persepakatan mereka itu tidak sampai
pula kepada Muhammad dan kepada orang-orang yang berkepentingan dengan soal
itu, dengan kenyataan bahwa Umar sendiri pun telah bermaksud hendak membunuh
Abu Sufyan? Besar sekali risikonya kita akan menjatuhkan vonis. Tetapi rasanya
kita sudah akan dapat memastikan - untuk memuaskan hati kita - bahwa baik
karena suatu kebetulan saja yang telah menyebabkan semua peristiwa itu, atau
karena memang sudah ada semacam suatu persepakatan, tapi yang terang kedua
kejadian itu menunjukkan, betapa cermat dan pandainya Muhammad dapat menguasai
suatu peperangan terbesar dalam sejarah Islam tanpa pertempuran dan tanpa
pertumpahan darah.
Persiapan memasuki Mekah
Islamnya Abu Sufyan itu tidak akan
mengurangi kewaspadaan dan kesiap-siagaan Muhammad dalam menyiapkan diri hendak
memasuki Mekah. Kalau kemenangan yang di tangan Tuhan itu memang diberikan
kepada siapa saja yang dikehendakiNya, tapi Tuhan akan memberikan pertolongan
hanya kepada orang yang sudah mengadakan persiapan, dan dalam segala hal dan
setiap saat berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan. Oleh karena itu
diperintahkannya supaya Abu Sufyan ditahan dulu di sela wadi, pada sebuah jalan
masuk gunung ke Mekah, sehingga bila nanti pasukan Muslimin lewat, ia akan
melihatnya sendiri, dan dapat pula dengan jelas ia melaporkan kepada
golongannya, supaya jangan timbul perlawanan yang bagaimanapun bentuknya,
apabila ia dapat cepat-eepat kembali kepada mereka kelak.
Bilamana kemudian kabilah-kabilah itu lewat
di hadapan Abu Sufyan, yang sangat mempesonakan hatinya ialah batalion serba
hijau yang mengelilingi Muhammad, yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar,
dan yang tampak hanyalah pakaian besi. Setelah mengetahui keadaan itu Abu
Sufyan berkata:
"Abbas, kiranya takkan ada orang yang
sanggup menghadapi mereka itu. Abu'l-Fadzl, kerajaan kemenakanmu ini kelak akan
menjadi besar!"
Sesudah itu kemudian ia dibebaskan pergi
menemui golongannya dan dengan suara keras ia berteriak kepada mereka:
"Saudara-saudara Quraisy! Muhammad sekarang datang dengan kekuatan yang
takkan dapat kamu lawan. Tetapi barangsiapa datang ke rumah Abu Sufyan orang
itu selamat, barangsiapa menutup pintu rumahnya, orang itu selamat dan
barangsiapa masuk ke dalam mesjid orang itu juga selamat!"
Muhammad sudah berangkat bersama pasukannya
sampai ke Dhu-Tuwa. Setelah dilihatnya dari tempat itu tak ada perlawanan dari
pihak Mekah, pasukannya dihentikan. Ia membungkuk menyatakan rasa syukur kepada
Tuhan, yang telah membukakan pintu Lembah Wahyu dan tempat Rumah Suci itu
kepadanya dan kepada kaum Muslimin, sehingga mereka dapat masuk dengan aman,
dengan tenteram.
Dalam pada itu Abu Quhafa (ayah Abu Bakr) -
yang belum lagi masuk Islam waktu itu - meminta kepada cucunya yang perempuan
supaya ia dibawa mendaki gunung Abu Qubais. Sesampainya di atas gunung, orang
yang sudah buta itu bertanya kepada cucunya apa yang dilihatnya. Oleh cucunya
dijawab bahwa ia melihat sesuatu serba hitam berkelompok "ltu pasukan
berkuda", kata orang tua itu.
"Sekarang yang serba hitam itu sudah
terpencar," kata cucunya lagi.
"Kalau begitu pasukan berkuda itu
sedang bertolak ke Mekah. Cepat-cepatlah bawa aku pulang ke rumah."
Tetapi sebelum ia sampai ke rumahnya
pasukan berkuda itu sudah lebih dulu sampai.
Pembagian pasukan
Muhammad merasa bersyukur kepada Tuhan
karena pintu Mekah kini telah terbuka. Tetapi sungguhpun demikian ia tetap
selalu waspada dan berhati-hati. Diperintahkannya pasukannya supaya dipecah
menjadi empat bagian. Diperintahkan kepada mereka semua supaya jangan melakukan
pertempuran, jangan sampai meneteskan darah, kecuali jika sangat terpaksa
sekali. Zubair bin'l-'Awwam dalam memimpin pasukan itu ditempatkan pada sayap
kiri dan diperintahkan memasuki Mekah dari sebelah utara. Khalid bin'l-Walid
ditempatkan pada sayap kanan dan diperintahkan supaya memasuki Mekah dari jurusan
bawah. Sa'd b. 'Ubada yang memimpin orang Medinah supaya memasuki Mekah dari
sebelah barat, sedang Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah oleh Muhammad ditempatkan ke
dalam barisan Muhajirin dan bersama-sama memasuki Mekah dari bagian atas, di
kaki gunung Hind.
Sementara mereka sedang dalam persiapan
demikian itu, tiba-tiba terdengar Said b. 'Ubada berkata: "Hari ini adalah
hari perang. Hari dibolehkannya segala yang terlarang ..."
Dalam hal ini ia telah melanggar perintah
Nabi, bahwa kaum Muslimin tidak boleh membunuh penduduk Mekah. Oleh karena itu,
ketika Nabi mengetahui apa yang dikatakan oleh Sa'd itu, terpikir olehnya akan
mengambil bendera yang ada di tangannya dan menyerahkannya kepada anaknya,
Qais. Qais adalah laki-laki yang bertubuh besar, tapi ia lebih tenang dari
ayahnya.
Ketika pasukan sudah memasuki kota, dari
pihak Mekah tidak ada perlawanan, kecuali pasukan Khalid bin'l-Walid yang
berhadapan dengan perlawanan dari mereka yang tinggal di daerah bagian bawah
Mekah. Mereka ini terdiri dari orang-orang Quraisy yang paling keras memusuhi
Muhammad dan yang ikut serta dengan Banu Bakr melanggar Perjanjian Hudaibiya
dengan mengadakan serangan terhadap Khuza'a. Mereka ini tidak mau memenuhi
seruan Abu Sufyan. Bahkan mereka telah menyiapkan diri hendak berperang,
sementara yang lain dari golongan mereka ini juga telah bersiap-siap pula
hendak melarikan diri. Mereka dipimpin oleh Safwan, Suhail dan 'Ikrima b. Abi
Jahl. Bilamana pasukan Khalid ini datang, mereka menghujaninya dengan serangan
panah. Tetapi secepat itu pula Khalid berhasil meneerai-beraikan mereka.
Sungguhpun begitu dua orang dari anak buahnya tewas, karena mereka ini ternyata
sesat jalan dan terpisah dari induk pasukannya, sementara pihak Quraisy
kehilangan tigabelas orang, menurut satu sumber, atau duapuluh delapan orang,
menurut sumber yang lain.
Melihat malapetaka yang sekarang sedang
menimpa mereka ini, Shafwan, Suhail dan 'Ikrima cepat-cepat angkat kaki
melarikan diri, dengan meninggalkan orang-orang yang tadinya mereka kerahkan
mengadakan perlawanan menghadapi kekuatan dan pukulan Khalid yang heroik itu.
Dalam pada itu Muhammad dengan pasukan Muhajirin yang kini di atas sebuah
dataran tinggi itu, sedang menyusur turun menuju ke Mekah, dengan keyakinan
hati hendak membebaskannya dalam keadaan aman dan damai. Dilihatnya kota itu
dengan segala isinya, dilihatnya pula kilatan pedang di bagian bawah kota serta
pasukan Khalid yang sedang mengejar-ngejar mereka yang menyerangnya itu. Disini
ia merasa sedih sekali dan berteriak geram dengan mengingatkan kembali akan
perintahnya untuk tidak mengadakan pertempuran. Setelah diketahuinya kemudian
apa yang telah terjadi, teringat ia bahwa yang sudah dikehendaki Tuhan itulah
yang baik.
Memasuki Mekah
Sekarang Muhammad berhenti di hulu kota
Mekah, di hadapan Bukit Hind. Di tempat itu dibangunnya sebuah kubah (kemah
lengkung), tidak jauh dari makam Abu Talib dan Khadijah. Ketika ia ditanya,
maukah ia beristirahat di rumahnya, dijawabnya: "Tidak. Tidak ada rumah
yang mereka tinggalkan buat saya di Mekah," katanya. Kemudian ia masuk ke
dalam kemah lengkung itu, ia beristirahat dengan hati penuh rasa syukur kepada
Tuhan, karena ia telah kembali dengan terhormat, dengan membawa kemenangan ke
dalam kota, kota yang dulu telah mengganggunya menyiksanya dan mengusirnya dari
keluarga dan kampung halamannya. Ia melepaskan pandang ke sekitar tempat itu,
ke lembah wadi dan gunung-gunung yang ada di sekelilingnya. Gunung-gunung,
tempat ia dahulu tinggal di celah-celahnya, ketika tindakan Quraisy sudah
begitu memuncak, begitu keras mengasingkan dia. Di pegunungan itulah, yang juga
di antaranya Gua Hira, tempat ia menjalankan tahannuth ketika datang kepadanya
wahyu: 'Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan
Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya..." (Qur'an,
96: 1-5)
Ke sekitar gunung-gunung itu ia melepaskan
pandang, ke lembah-lembah, dengan rumah-rumah Mekah yang bertebaran, dan di
tengah-tengah adalah Rumah Suci. Begitu rendah hati ia kepada Tuhan, sehingga
airmata menitik dari matanya, setitik airmata Islam dan rasa syukur demi
Kebenaran Yang Mutlak, yang dalam segala soal kepadaNya jua akan kembali.
Saat itu juga terasa olehnya bahwa tugasnya
sebagai komandan sudah selesai. Tidak lama tinggal dalam kemah itu, ia segera
keluar lagi. Dinaikinya untanya Al-Qashwa, dan ia pergi meneruskan perjalanan
ke Ka'bah. Ia bertawaf di Ka'bah tujuh kali dan menyentuh sudut (hajar aswad)
dengan sebatang tongkat5 di tangan. Selesai ia melakukan tawaf, dipanggilnya
Uthman b. Talha dan pintu Ka'bah dibuka. Sekarang Muhammad berdiri di depan
pintu, orang pun mulai berbondong-bondong. Ia berkhotbah di hadapan mereka itu
serta membacakan firman Tuhan: "Wahai manusia. Kami menciptakan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Tetapi orang
yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah orang yang paling
takwa (menjaga diri dari kejahatan). Allah Maha mengetahui dan Maha
mengerti." (Qur'an, 49: 13)
Kemudian ia menanya kepada mereka:
"Orang-orang Quraisy. Menurut pendapat
kamu, apa yang akan kuperbuat terhadap kamu sekarang?"
"Yang baik-baik. Saudara yang pemurah,
sepupu yang pemurah." jawab mereka.
"Pergilah kamu sekalian. Kamu sekarang
sudah bebas!" katanya.
Dengan ucapan itu maka kepada Quraisy dan
seluruh penduduk Mekah ia telah memberikan pengampunan umum (amnesti).
Alangkah indahnya pengampunan itu dikala ia
mampu! Alangkah besarnya jiwa ini, jiwa yang telah melampaui segala kebesaran,
melampaui segala rasa dengki dan dendam di hati! Jiwa yang telah dapat menjauhi
segala perasaan duniawi, telah mencapai segala yang diatas kemampuan insani!
Itu orang-orang Quraisy, yang sudah dikenal betul oleh Muhammad, siapa-siapa
mereka yang pernah berkomplot hendak membunuhnya, siapa-siapa yang telah
menganiayanya dan menganiaya sahabat-sahabatnya dahulu, siapa-siapa yang
memeranginya di Badr dan di Uhud, siapa yang dahulu mengepungnya dalam perang
Khandaq? Dan siapa-siapa yang telah menghasut orang-orang Arab semua supaya
melawannya, dan siapa pula, kalau berhasil, yang akan membunuhnya, akan
mencabiknya sampai berkeping-keping kapan saja kesempatan itu ada!? Mereka itu,
orang-orang Quraisy itu sekarang dalam genggaman tangan Muhammad, berada di bawah
telapak kakinya. Perintahnya akan segera dilaksanakan terhadap mereka itu.
Nyawa mereka semua kini tergantung hanya di ujung bibirnya dan pada wewenangnya
atas ribuan balatentara yang bersenjatakan lengkap, yang akan dapat mengikis
habis Mekah dengan seluruh penduduknya dalam sekejap mata!
Tetapi Muhammad, tetapi Nabi, tetapi
Rasulullah, bukanlah manusia yang mengenal permusuhan, atau yang akan
membangkitkan permusuhan di kalangan umat manusia! Dia bukan seorang tiran,
bukan mau menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Tuhan telah memberi
keringanan kepadanya dalam menghadapi musuh, dan dalam kemampuannya itu ia
memberi pengampunan. Dengan itu, kepada seluruh dunia dan semua generasi ia
telah memberi teladan tentang kebaikan dan keteguhan menepati janji, tentang
kebebasan jiwa yang belum pernah dicapai oleh siapa pun!
Gambar-gambar dalam Ka'bah
Apabila Muhammad kemudian memasuki Ka'bah,
dilihatnya dinding-dinding Ka'bah sudah penuh dilukis dengan gambar-gambar
malaikat dan para nabi. Dilihatnya lbrahim yang dilukiskan sedang memegang
azlam6 yang diperundikan, dilihatnya sebuah patung burung dara dari kayu.
Dihancurkannya patung itu dengan tangannya sendiri dan dicampakkannya ke tanah.
Ketika melihat gambar Ibrahim agak lama Muhammad memandangnya, lalu katanya:
Mudah-mudahan Tuhan membinasakan mereka! Orang tua kita digambarkan mengundi
dengan azlam! Apa hubungannya Ibrahim dengan azlam'? Ibrahim bukan orang
Yahudi, juga bukan orang Nasrani. Tetapi ia adalah seorang hanif (yang murni
imannya), yang menyerahkan diri kepada Allah dan bukan termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Tuhan. Sedang malaikat-malaikat yang dilukiskan sebagai
wanita-wanita cantik, gambar-gambar itu oleh Muhammad disangkal samasekali,
sebab malaikat-malaikat itu bukan laki-laki dan bukan perempuan. Lalu
diperintahkannya supaya gambar-gambar itu dihancurkan. Berhala-berhala
sekeliling Ka'bah yang disembah oleh Quraisy selain Allah, telah dilekatkan
dengan timah di sekeliling Ka'bah. Demikian juga berhala Hubal yang berada
didalamnya. Dengan tongkat di tangan Muhammad menunjuk kepada berhala-berhala
itu semua seraya berkata:
"Dan katakanlah : yang benar itu sudah
datang, dan yang palsu segera menghilang; sebab kepalsuan itu pasti akan
lenyap." (Qur'an, 17: 81)
Ka'bah dibersihkan dari berhala
Berhala-berhala itu kemudian disungkurkan
dan dengan demikian Rumah Suci itu dapat dibersihkan. Pada hari pertama
dibebaskannya mereka itu, Muhammad telah dapat menyelesaikan apa yang
dianjurkannya sejak duapuluh tahun itu, dan yang telah ditentang oleh Mekah
dengan mati-matian. Dihancurkannya berhala-berhala dan dihapuskannya paganisma
dalam Rumah Suci itu disaksikan oleh Quraisy sendiri. Mereka melihat
berhala-berhala yang mereka sembah dan disembah oleh nenek-moyang mereka itu
samasekali tidak dapat memberi kebaikan atau bahaya buat mereka sendiri.
Kekuatiran Anshar
Pihak Anshar dari Medinah telah menyaksikan
semua kejadian itu. Mereka melihat Muhammad yang berdoa di atas gunung Shafa.
Terbayang oleh mereka sekarang bahwa ia pasti akan meninggalkan Medinah dan
kembali ke tempat tumpah darahnya semula yang kini telah dibukakan Tuhan.
Mereka berkata satu sama lain: "Menurut pendapat kamu, adakah Rasulullah
s.a.w. akan menetap di negerinya sendiri?" Mungkin kekuatiran mereka itu
beralasan sekali. Ini adalah Rasulullah, dan di Mekah ini Rumah Suci Baitullah
dan di Mekah ini pula Mesjid Suci.
Tetapi setelah selesai berdoa Muhammad
bertanya kepada mereka: Apa yang mereka katakan itu. Setelah diketahuinya akan
kekuatiran mereka yang mereka sampaikan dengan agak maju mundur itu, ia
berkata: "Berlindunglah kita kepada Allah! Hidup dan matiku akan bersama
kamu." Dengan itu ia telah memberikan teladan kepada orang tentang
keteguhannya memegang janji pada Ikrar 'Aqaba serta kesetiannya kepada sahabat-sahabatnya
yang seiring sepenanggungan di kala menderita, teladan yang takkan dapat
dilupakan, baik oleh tanah air, oleh penduduk atau pun oleh Mekah sebagai Tanah
Suci.
***
Setelah berhala-berhala itu dibersihkan
dari Ka'bah, Nabi menyuruh Bilal menyerukan azan dari atas Ka'bah. Sesudah itu
orang melakukan sembahyang bersama dan Muhammad sebagai imam. Sejak saat itu,
sampai masa kita sekarang ini, selama empatbelas abad, tiada pernah terputus
Bilal dan pengganti-pengganti Bilal terus menyerukan azan, lima kali setiap
hari, dari atas mesjid Mekah. Sejak saat itu, selama empatbelas abad sudah,
kaum Muslimin menunaikan kewajiban salat kepada Allah dan selawat kepada Rasul,
dengan menghadapkan wajah, kalbu dan seluruh pikiran kepada Allah semata,
dengan menghadap Rumah Suci ini, yang pada hari pembebasannya itu oleh Muhammad
telah dibersihkan dari patung-patung dan berhala-berhala.
Atas apa yang telah terjadi itu baru
sekarang Quraisy mau menerima, dan mereka pun sudah yakin pula akan pengampunan
yang telah diberikan Muhammad kepada mereka. Mereka melihat Muhammad dan
Muslimin yang ada di sekitarnya sekarang dengan mata penuh takjub bercampur
cemas dan hati-hati sekali. Namun sungguhpun begitu ada sekelompok manusia
terdiri dari tujuhbelas orang, oleh Muhammad telah dikecualikan dari
pengampunannya itu. Sejak ia memasuki Mekah, sudah dikeluarkan perintah supaya
mereka itu, golongan laki-lakinya dibunuh, meskipun mereka sudah berlindung ke
tirai Ka'bah. Diantara mereka itu ada yang bersembunyi dan ada pula yang sudah
lari. Keputusan Muhammad supaya mereka dibunuh bukan didorong oleh rasa dengki
atau karena marah kepada mereka, melainkan karena kejahatan-kejahatan besar
yang mereka lakukan. Ia tidak pernah mengenal rasa dengki. Diantara mereka itu
terdapat Abdullah b. Abi's-Sarh, orang yang dulu sudah masuk Islam dan
menuliskan wahyu, kemudian berbalik murtad menjadi musyrik di pihak Quraisy
dengan menggembor-gemborkan bahwa dia telah memalsukan wahyu itu waktu ia
menuliskannya. Juga Abdullah b. Khatal, yang dulu sudah masuk Islam kemudian
sesudah ia membunuh salah seorang bekas budak ia berbalik menjadi musyrik dan
menyuruh kedua budaknya yang perempuan - Fartana dan temannya - menyanyi-nyanyi
mengejek Muhammad. Dia dan kedua orang itu juga dijatuhi hukuman mati. Di
samping itu 'Ikrimah b. Abi Jahl, orang yang paling keras memusuhi Muhammad dan
kaum Muslimin dan sampai waktu Khalid bin'l-Walid datang memasuki Mekah dari
jurusan bawah itu pun tiada henti-hentinya ia mengadakan permusuhan.
Sesudah memasuki Mekah pun Muhammad sudah
mengeluarkan perintah jangan sampai ada pertumpahan darah dan jangan ada
seorang pun yang dibunuh, kecuali kelompok itu saja. Oleh karena itu, mereka
suami isteri lalu menyembunyikan diri, ada pula yang lari. Tetapi setelah
keadaan kembali aman dan tenteram, dan orang melihat betapa Rasulullah
berlapang dada dan memberikan pengampunan yang begitu besar kepada mereka, ada
beberapa orang sahabat yang minta supaya mereka yang sudah dijatuhi hukuman
mati itu juga diberi pengampunan. Usman bin 'Affan - yang masih saudara susuan
dengan Abdullah b. Abi's-Sarh - juga datang kepada Nabi, memintakan jaminan
pengampunan. Seketika lamanya Nabi diam. Kemudian katanya: "Ya" Dan
dia pun diampuni. Sedang Umm Hakim (bint'l-Harith b. Hisyam) telah pula memintakan
kepada Muhammad jaminan pengampuhan buat suaminya, 'Ikrima b. Abi Jahl yang
telah lari ke Yaman. Dia ini pun diampuni. Wanita itu kemudian pergi menyusul
suaminya dan dibawanya kembali menghadap Nabi. Demikian juga Muhammad telah
memaafkan Shafwan b. Umayya, orang yang telah menemani 'Ikrima lari ke jurusan
laut dengan tujuan hendak ke Yaman. Kedua orang itu dibawa kembali tatkala
perahu yang hendak membawa mereka sudah siap akan berangkat. Juga Hindun,
isteri Abu Sufyan, yang telah mengunyah hati Hamzah - paman Rasul sesudah gugur
dalam perang Uhud - telah dimaafkan, disamping orang-orang lain yang tadinya
sudah dihukum mati, semuanya dimaafkan. Yang dibunuh hanya empat, yaitu
Huwairith yang telah menggangu Zainab puteri Nabi sepulangnya dari Mekah ke
Medinah, serta dua orang yang sudah masuk Islam lalu melakukan kejahatan dengan
mengadakan pembunuhan di Medinah dan kemudian melarikan diri ke Mekah berbalik
meninggalkan agamanya menjadi musyrik dan dua orang budak perempuan Ibn Khatal,
yang selalu mengganggu Nabi dengan nyanyian-nyanyiannya. Yang seorang dari
mereka ini lari, dan yang seorang lagi diberi pengampunan.
Islamnya Penduduk Mekah
Keesokan harinya setelah hari pembebasan
itu ada seseorang dari pihak Hudhail yang masih musyrik oleh Khuza'a dibunuh.
Nabi marah sekali karena perbuatan itu, dan dalam khotbahnya di hadapan orang
banyak ia berkata: "Wahai manusia sekalian! Allah telah menjadikan Mekah
ini tanah suci sejak Ia menciptakan langit dan bumi. Ia suci sejak pertama,
kedua dan ketiga, sampai hari kiamat. Oleh karena itu, orang yang beriman
kepada Allah dan kepada Hari Kemudian tidak dibenarkan mengadakan pertumpahan
darah atau menebang pohon di tempat ini. Tidak dibenarkan kepada siapa pun
sebelum aku, dan tidak dibenarkan kepada siapa pun sesudah aku ini. Juga aku
pun tidak dibenarkan marah kepada penghuni daerah ini hanya untuk saat ini
saja, kemudian ia kembali dihormati seperti sebelum itu. Hendaklah kamu yang
hadir ini memberitahukan kepada yang tidak hadir. Kalau ada orang yang
mengatakan kepadamu bahwa Rasulullah telah berperang di tempat ini, katakanlah
bahwa Allah telah membolehkan hal itu kepada RasulNya, tapi tidak kepada kamu
sekalian, wahai orang-orang Khuza'a! Lepaskanlah tangan kamu dari pembunuhan,
sebab sudah terlalu banyak; itu pun kalau ada gunanya. Kalau kamu sudah
membunuh orang, tentu aku juga yang akan menebusnya. Barangsiapa ada yang
dibunuh sesudah ucapanku ini; maka keluarganya dapat memilih satu dari dua
pertimbangan ini: kalau mereka mau, dapat menuntut darah pembunuhnya; atau dengan
jalan diat."
Sesudah itu kemudian ia mendiat (memampas)
keluarga orang yang dibunuh oleh Khuza'a itu. Dengan khotbah itu serta sikapnya
yang begitu lapang dada dan suka memaafkan, hati penduduk telah begitu tertarik
kepada Muhammad yang tadinya di luar dugaan mereka. Dengan demikian pula orang
telah beramai-ramai masuk Islam.
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian setiap berhala dalam rumahnya hendaknya dihancurkan,"
demikian kemudian suara orang menyerukan.
Kemudian dikirimnya serombongan orang dari
Khuza'a untuk memperbaiki tiang-tiang sekitar Tanah Suci itu, suatu hal yang
menunjukkan betapa besar penduduk Mekah itu menghormati tempat ini, dan yang
menambah pula kecintaan mereka kepadanya. Setelah diberitahukan bahwa mereka
adalah masyarakat yang patut dicintai dan bahwa ia tidak akan membiarkan atau
meninggalkan mereka, kalau tidak karena mereka yang mengusirnya, kecintaan
mereka terasa makin besar kepadanya.
Ketika itu Abu Bakr datang membawa ayahnya
- yang dulu pernah mendaki gunung Abu Qubais waktu ada pasukan berkuda - ke
hadapan Nabi. Melihat orang itu Muhammad berkata:
"Kenapa orang tua ini tidak tinggal
saja di rumah; biar saya yang datang kesana."
"Rasulullah," kata Abu Bakr,
"sudah pada tempatnya dia yang datang kepadamu daripada engkau yang
mendatanginya."
Orang tua itu oleh Nabi dipersilakan duduk
dan dielus-elusnya dadanya; kemudian katanya: "Sudilah menerima
Islam."
Kemudian ia pun menyatakan diri masuk Islam
dan menjadi orang Islam yang baik. Akhlak Nabi yang tinggi dan cemerlang inilah
yang banyak menawan hati bangsa itu. Bangsa yang tadinya begitu keras melawan
Muhammad, sekarang mereka sangat mencintai dan menghormatinya. Kini orang-orang
Quraisy itu, laki-laki dan perempuan, sudah menerima Islam dan sudah pula memberikan
ikrarnya.
Limabelas hari Muhammad tinggal di Mekah.
Selama itu pula keadaan Mekah dibangunnya dan penduduk diajarnya mendalami
hukum agama. Dan selama itu pula regu-regu dakwah dikirimkan untuk mengajarkan
Islam, bukan untuk berperang, dan untuk menghancurkan berhala-berhala tanpa
pertumpahan darah. Khalid bin'l-Walid waktu itu sudah berangkat ke Nakhla untuk
menghancurkan 'Uzza - berhala Banu Syaiban. Tetapi setelah berhala itu
dihancurkan dan Khalid berada di Jadhima, begitu mereka melihatnya, mereka pun
segera mengangkat senjata. Oleh Khalid mereka diminta supaya meletakkan
senjata, orang semua sudah masuk Islam. Salah seorang dari Banu Jadhima berkata
kepada golongannya: "Hai Banu Jadhima! Celaka kamu! Itu Khalid. Sesudah
perletakan senjata tentu kita ditawan dan sesudah penawanan potong leher."
Tetapi golongannya itu menjawab:
"Maksudmu kita akan menumpahkan darah kita? Orang semua sudah masuk Islam,
perang sudah tidak ada, orang sudah aman."
Sesudah itu terjadi perletakan senjata.
Ketika itulah dengan perintah Khalid mereka dibelenggu, kemudian dibawai pedang
dan sebagian mereka ada yang dibunuh.
Apabila kemudian berita itu sampai kepada
Nabi ia mengangkat tangan ke langit seraya berdoa: "Allahumma ya Allah!
Aku bermohon kepadaMu lepas tangan dari apa yang telah diperbuat oleh Khalid
bin'l-Walid itu."
Sesudah itu Ali b. Abi Talib yang diutus
dengan pesan: "Pergilah kepada mereka dan lihat bagaimana keadaan mereka.
Cara-cara jahiliah harus kauletakkan di bawah telapak kakimu."
Ali segera berangkat dengan membawa harta
yang oleh Nabi diserahkan kepadanya. Sesampainya di tempat itu diat dan
pampasan sebagai tebusan darah dan harta-benda yang telah dirusak, diserahkan
kepada mereka, sehingga semua tebusan darah dan pampasan harta-benda itu selesai
dilaksanakan. Sedang uang selebihnya yang diserahkan Rasulullah kepadanya itu,
semua diserahkan juga kepada mereka, untuk menjaga maksud Rasulullah,
kalau-kalau ada yang belum diketahuinya.
Dalam waktu dua minggu selama Muhammad
tinggal di Mekah semua jejak paganisma sudah dapat dibersihkan. Jabatan dalam
Rumah Suci yang sudah pindah kepada Islam sampai pada waktu itu ialah kunci
Ka'bah, yang oleh Nabi diserahkan kepada Uthman b. Talha dan sesudah dia kepada
anak-anaknya, yang tidak boleh berpindah tangan, dan barangsiapa mengambilnya
orang itu aniaya adanya. Sedang pengurusan Air Zamzam pada musim haji di tangan
pamannya Abbas.
Dengan demikian seluruh Mekah sudah
beriman, panji dan menara tauhid sudah menjulang tinggi dan selama berabad-abad
dunia sudah pula disinari cahayanya yang berkilauan.
Catatan kaki:
1 Sejauh empat farsakh dan Mekah.
2 Beberapa penulis sejarah Nabi
berpendapat, bahwa Abbas menemui pasukan itu di Rabiqh. Yang lain mengatakan,
bahwa ia pergi ke Medinah sebelum ada keputusan membebaskan Mekah. kemudian ia
berangkat bersama-sama pasukan pembebas itu. Tetapi banyak orang membantah
sumber ini dan diduga itu dibuat untuk menyenangkan hati dinasti Abbasiya, yang
penulisannya pertama dilakukan pada masa mereka. Alasan ini mereka perkuat bahwa
Abbas - yang membela saudara sepupunya selama di Mekah itu - tidak juga
menganut agamanya, sebab Abbas adalah seorang pedagang dan juga menjalankan
riba, dikuatirkan Islam akan mengganggu perdagangannya. Ditambah lagi, bahwa
dialah orang pertama yang akan dijumpai oleh Abu Sufyan untuk diajak bicara
mengenai perpanjangan perjanjian Hudaibiya, mengingat ia belum seberapa lama
meninggalkan Mekah.
3 Sebangsa keledai, turunan kuda dengan
keledai. Di sini baghla, bagal betina (A).
4 Lihat halaman 326.
5 Asalnya: mihjan sebatang tongkat yang
hulunya berkeluk.
6 Al-azlam (jamak zalam dan zulam) yaitu
qid-h (atau anak panah tanpa kepala dan bulu) suatu kebiasaan yang berlaku pada
zaman jahiliah. Pada anak panah itu tertulis kata perintah dan larangan:
"kerjakan!" dan "Jangan dikerjakan!" Benda itu dimasukkan
orang ke dalam sebuah tabung. Apabila orang hendak melakukan perjalanan,
perkawinan atau sesuatu yang penting lainnya, ia memasukkan tangannya kedalam
tabung itu setelah diperkenankan dan dikocok, dan sebuah zalam dicabutnya.
Kalau yang keluar berisi "perintah" ia boleh terus melaksanakan;
kalau yang keluar berisi "larangan" ia harus membatalkan maksudnya.
Mengundi dengan anak panah ini ialah guna mengetahui baik buruknya nasib seseorang.
0 comments:
Post a Comment