Muslimin dan Yahudi
PERISTIWA Badr itu telah menimbulkan kesan
yang dalam sekali di Mekah, sebagaimana sudah kita lihat. Bila saja terdapat
kesempatan, hasrat hendak membaias dendam terhadap Muhammad dan Muslimin itu
besar sekali. Tetapi pengaruh yang timbul di Medinah ternyata lebih jelas dan
lebih erat berhubungan dengan kehidupan Muhammad dan Muslimin bersama-sama.
Sesudah peristiwa Badr, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan kaum munafik
sudah merasakan sekali adanya kekuatan kaum Muslimin yang bertambah. Mereka
melihat bahwa orang asing ini yang datang ke tempat mereka kurang dari dua
tahun yang lalu pergi hijrah dari Mekah, kini tambah besar kewibawaannya dan
tambah kuat pula kedudukannya, bahkan hampir menjadi orang yang menguasai
seluruh penduduk Medinah, bukan hanya golongannya sendiri saja.
Seperti sudah kita lihat orang-orang Yahudi
sejak sebelum Badr sudah mulai menggerutu dan mengadakan bentrokan-bentrokan
dengan pihak Muslimin, sehingga banyak peristiwa-peristiwa yang kalau tidak
sampai meletus, seolah hanya karena masih adanya perjanjian perdamaian antara
kedua belah pihak itu. Itu pula sebabnya, begitu kaum Muslimin kembali dari
Badr membawa kemenangan, beberapa kelompok di sekitar Medinah mulai saling
bermain mata dan berkomplot. Mereka mulai dihasut dan dibuatkan sajak-sajak
yang sifatnya membangkitkan semangat mereka. Dengan demikian, gelanggang
revolusi itu kini pindah dari Mekah ke Medinah, dan dari bidang agama ke bidang
politik. Jadi yang diperangi sekarang bukan hanya dakwah Muhammad dalam bidang
agama saja, melainkan kewibawaan dan pengaruhnya juga membuat hati mereka jadi
kecut. Faktor ini yang menyebabkan mereka berkomplot dan membuat rencana hendak
membunuhnya
Tetapi semua rahasia itu bukan tidak
diketahui oleh Muhammad. Bahkan ia sudah mengetahui semua berita dan setiap
rencana yang ditujukan kepadanya itu. Baik pada pihak Muslimin ataupun pihak
Yahudi, dari hari ke hari, sedikit demi sedikit hati mereka sudah sarat oleh
rasa kebencian. Satu sama lain tinggal lagi menunggu adanya bencana yang akan
menimpa lawannya.
Sampai pada waktu kaum Muslimin mendapat
kemenangan di Badr, mereka masih merasa takut juga kepada penduduk Medinah.
Mereka belum berani mengadakan serangan balasan apabila ada seorang Muslim yang
diserang. Tatkala mereka sudah kembali membawa kemenangan itu seorang yang
bernama Salim b. 'Umair telah mengambil tindakan sendiri terhadap Abu 'Afak
(dari Banu 'Amr b. 'Auf), karena orang ini membuat sajak-sajak yang isinya
menyerang Muhammad dan kaum Muslimin. Juga orang ini yang telah membakar
semangat golongannya supaya memerangi Muslimin. Sampai pada waktu peristiwa
Badr selesai ia masih terus menghasut orang.
Suatu malam ketika angin sedang bertiup
kencang Salim mendatangi Abu 'Afak. Ia sedang tidur di beranda rumahnya. Oleh
Salim ditancapkannya pedangnya ke arah hatinya hingga menembus sampai ke
pelaminan. Demikian juga 'Ashma, bt. Marwan (dari Banu Umayya b. Zaid). Wanita
ini selalu memaki Islam, menyakiti hati dan mengerahkan orang supaya
melawannya. Hal ini dilakukannya terus sampai pada waktu sesudah selesainya
perang Badr. Pada suatu malam buta ia didatangi oleh 'Umair b. 'Auf yang masuk
sampai ke dalam rumahnya. Ia dikelilingi oleh anak-anaknya yang sedang tidur,
ada pula yang sedang disusui. Sebenarnya penglihatan 'Umair lemah sekali. Ia
meraba-raba dengan tangannya dan terpegang olehnya bayi yang sedang disusui
itu. Dihalaunya bayi itu dari sisi ibunya, kemudian dipusatkannya pedangnya ke
dada wanita itu sampai menembus punggungnya.
Bila 'Umair kemudian kembali dari tempat
Nabi setelah menyampaikan berita itu, ia melihat anak-anaknya dan beberapa
orang sedang menguburkan wanita tersebut. Mereka datang menemuinya seraya
bertanya:
"Umair, kau yang membunuh wanita
itu?"
"Ya," jawabnya. "Jalankanlah
tipu-muslihatmu itu terhadapku dan jangan lagi ditunda-tunda. Aku bersumpah
demi Dia Yang memegang hidupku kalau kamu semua mengeluarkan kata-kata seperti
wanita itu, akan kuhantam kamu dengan pedangku ini. Aku yang mati, atau kamu
semua kubunuh."1
Sikap 'Umair yang berani ini telah membawa
akibat lahirnya Islam di tengah-tengah kabilah Banu Khatma itu. Suami Ashma'
adalah dari kabilah ini juga. Dari golongan ini yang tadinya masuk Islam dengan
sembunyi-sembunyi, sekarang sudah berani mereka berterang-terang dan menggabungkan
dia kedalam barisan dan bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya.
Kiranya cukup kalau kita tambahkan atas dua
macam peristiwa di atas ini dengan peristiwa matinya Ka'b b. Asyraf. Ketika
mendengar matinya beberapa orang pemuka-pemuka Mekah, dialah orangnya yang
mengatakan. "Mereka itu bangsawan-bangsawan Arab dan pemimpin-pemimpin.
Sungguh, kalau Muhammad sampai mengalahkan mereka, maka lebih baik berkalang
tanah daripada tinggal di atas bumi." Dia pula orangnya yang telah
berangkat ke Mekah - setelah mendapat kabar yang pasti -mengerahkan orang untuk
melawan Muhammad, menyanyikan sajak-sajak dan menangisi mereka yang terkubur
dalam perigi. Dia juga orangnya yang kemudian setelah kembali ke Medinah
berusaha mencumbu wanita-wanita Islam. Orang tahu betapa watak dan perangai
orang Arab dalam hal ini, betapa mereka menghargai arti kehormatan ini. Untuk
itu semangat mereka bangkit. Kaum Muslimin begitu marah. Mereka sudah sepakat
hendak membunuh Ka'b. Beberapa orang dari mereka sudah berkumpul. Salah seorang
di antara mereka mendatanginya sambil memancingnya dengan memburuk-burukkan
Muhammad.
"Kedatangan orang ini kemari membawa
bencana," kata salah seorang. "Membuat orang-orang Arab saling
bermusuhan dan berpecah-belah. Hubungan kerabat kita terputus, sanak-keluarga
hilang dan orang melakukan perjalanan jauh jadi sukar."
Setelah saling beramah-tamah dengan Ka'b,
maka ia dan teman-temannya minta uang kepada Ka'b dengan jalan menggadaikan
baju besinya. Ka'bpun setuju asal nanti dibawa. Ketika ia sedang berada di
rumahnya yang agak jauh dari Medinah, pada waktu menjelang malam terdengar Abu
Na'ila [salah seorang yang berkomplot] memanggilnya. Ia keluar menghampirinya,
sekalipun sudah diperingatkan oleh isterinya jangan keluar rumah pada waktu
malam begitu. Kedua orang itu terus berjalan hingga bertemu dengan teman-teman
Abu Na'ila. Ka'b tenteram saja tidak merasa takut. Mereka bersama-sama berjalan
kaki hingga agak jauh dari tempat-tinggal Ka'b, sambil terus bercakap-cakap.
Mereka bercerita tentang diri mereka sendiri dan betapa mereka itu mengalami
kesukaran. Ka'b merasa makin tenang.
Sementara mereka sedang berjalan itu Abu
Na'ila meletakkan tangannya di atas kepala Ka'b, dan tangannya itu kemudian
diciumnya.
"Belum pernah aku mengalami malam
seharum ini," katanya
Setelah dilihatnya Ka'b tidak menaruh
curiga lagi kepada mereka, kembali lagi Abu Na'ila meletakkan tangannya di
rambut Ka'b, kemudian digenggamnya kedua pelipis orang itu seraya berkata:
"Hantamlah musuh Tuhan ini!"
Mereka menghantamnya dengan pedang, dan
saat itu ia menemui ajalnya.
Kejadian ini membuat pihak Yahudi bertambah
cemas. Mereka semua merasa kuatir akan nasibnya sendiri. Tetapi sampai nyawa
mereka melayangpun, mereka tidak juga mau berhenti mengecam Muhammad dan kaum
Muslimin. Ada seorang wanita Arab datang ke pasar Yahudi Banu Qainuqa' dengan
membawa perhiasan. Ia sedang duduk menghadapi tukang emas. Mereka berusaha
supaya ia memperlihatkan mukanya. Tapi wanita itu menolak. Tiba-tiba datang
seorang Yahudi dengan diam-diam dari belakang. Disematkannya ujung baju wanita
itu dengan sebatang penyemat ke punggungnya, dan bila wanita itu berdiri, maka
tampaklah auratnya. Mereka ramai-ramai menertawakannya. Wanita itu
menjerit-jerit. Waktu itu juga seorang laki-laki Muslim langsung menerkam tukang
emas tersebut - seorang orang Yahudi, lalu dibunuhnya. Orang-orang Yahudi yang
lain datang ramai-ramai mengikat laki-laki Muslim itu lalu mereka bunuh juga.
Qainuqa' dikepung
Sekarang keluarga Muslim ini minta bantuan
kaum Muslimin dalam menghadapi pihak Yahudi, yang selanjutnya sampai timbul
bencana besar antara mereka dengan pihak Yahudi Banu Qainuqa'.
Kemudian Muhammad minta kepada mereka ini
supaya jangan lagi mengganggu kaum Muslimin dan supaya tetap memelihara
perjanjian perdamaian dan ko-eksistensi yang sudah ada. Kalau tidak mereka akan
mengalami nasib seperti Quraisy. Akan tetapi peringatan ini oleh mereka
diremehkan. Malah mereka menjawab:
"Muhammad, jangan kau tertipu karena
kau sudah berhadapan dengan suatu golongan yang tidak punya pengetahuan
berperang sehingga engkau mendapat kesempatan mengalahkan mereka. Tetapi kalau
sudah kami yang memerangi kau, niscaya akan kau ketahui, bahwa kami inilah
orangnya."
Jika sudah begitu, maka tak ada jalan lain
kecuali harus memerangi mereka juga. Kalau tidak, kaum Muslimin dan kedudukan
mereka di Medinah akan runtuh, dan selanjutnya akan menjadi bahan cerita pihak
Quraisy, sesudah pihak Quraisy sebelum itu menjadi bahan cerita orang-orang
Arab.
Kaum Muslimin sekarang bertindak dan
mengepung orang-orang Yahudi Banu Qainuqa' berturut-turut selama limabelas hari
di tempat mereka sendiri. Tak ada orang yang dapat keluar dari mereka itu, juga
tak ada orang yang dapat masuk membawakan makanan. Tak ada jalan lain lagi
mereka sekarang harus tunduk kepada undang-undang Muhammad, menyerah kepada
ketentuannya. Lalu mereka menyerah. Sesudah bermusyawarah dengan pemuka-pemuka
Muslimin, Muhammad menetapkan akan membunuh mereka itu semua.
Akan tetapi lalu datang Abdullah b. Ubayy
b. Salul - orang yang bersekutu baik dengan Yahudi maupun dengan Muslimin.
"Muhammad," katanya.
"Hendaklah berlaku baik terhadap pengikut-pengikutku."
Nabi tidak segera menjawab. Lalu diulangnya
lagi permintaannya. Tetapi Nabi menolak. Orang itu memasukkan tangannya ke saku
baju besi Muhammad. Muhammad berubah air mukanya. Lalu katanya:
"Lepaskan!" Ia marah.
Kemarahannya itu tampak terbayang di wajahnya. Kemudian diulanginya lagi dengan
nada suara yang masih membayangkan kemarahan. "Lepaskan! Celaka kau!"
"Tidak akan kulepaskan sebelum kau
bersikap baik terhadap pengikut-pengikutku. Empat ratus orang tanpa baju besi
dan tiga ratus orang dengan baju besi telah merintangi aku melakukan perang
habis-habisan, dan kau babat mereka dalam satu hari! Sungguh aku kuatir akan
timbul bencana."
Sampai pada waktu itu Abdullah adalah orang
yang masih mempunyai kekuasaan atas orang-orang musyrik dari kalangan Aus dan
Khazraj, meskipun kekuasaan ini, dengan adanya kekuatan kaum Muslimin telah
menjadi lemah.
Yahudi keluar dari Medinah
Melihat desakan orang itu yang demikian
rupa, Nabi kembali menjadi tenang. Apalagi setelah 'Ubada bin'sh-Shamit datang
kepadanya bicara seperti pembicaraan Ibn Ubayy. Ketika itu ia berpendapat akan
memberikan belas kasihannya kepada Abdullah b. Ubayy, dan kepada orang-orang
musyrik pengikut-pengikut Yahudi supaya dengan budi kebaikannya dan rasa
kasihannya itu mereka akan merasa berhutang budi kepadanya. Akan tetapi,
sebagai akibat perbuatan mereka sendiri Banu Qainuqa' harus mengosongkan kota
Medinah.
Ibn Ubayy ingin bicara sekali lagi dengan
Muhammad mengenai keadaan mereka yang masih ingin menetap disana itu. Tetapi
salah seorang dari kalangan Islam berhasil mencegah adanya pertemuan Ibn Ubayy
dengan Muhammad. Mereka lalu bertengkar sehingga kepala Abdullah kena pukul. Ketika
itu Banu Qainuqa' berkata: "Kami bersumpah tidak lagi akan tinggal di kota
ini sesudah kepala Ibn Ubayy dipukul sedang kami tidak dapat membelanya."
Dengan demikian, setelah mereka tunduk dan
menyerah hendak meninggalkan Medinah, 'Ubada membawa mereka itu ke Wadi'l-Qura
dengan meninggalkan perlengkapan senjata dan alat-alat tukang emas yang mereka
pergunakan. Di tempat ini lama mereka tinggal, dan dari sini barang-barang
mereka semua mereka bawa. Mereka menuju ke arah utara sampai di Adhri'at di perbatasan
Syam. Di tempat inilah mereka menetap. Atau mungkin juga mereka tertarik ingin
ke sebelah utara lagi ke Tanah yang Dijanjikan (Palestina) yang selalu menjadi
idaman orang-orang Yahudi.
Kekuasaan orang-orang Yahudi di Medinah
menjadi lemah sekali setelah Banu Qainuqa' meninggalkan kota ini. Sebahagian
besar orang-orang Yahudi yang disebut-sebut dari Medinah ini, mereka tinggal
jauh di Khaibar dan Wadi'l-Qura. Hasil inilah yang menjadi tujuan Muhammad
dengan mengosongkan mereka itu. Ini adalah suatu langkah politik yang sungguh
cemerlang dalam memperlihatkan kebijaksanaan dan pandangan yang jauh itu. Ini
juga merupakan suatu pendahuluan yang tidak bisa tidak akan mempunyai pengaruh
politik yang kelak akan berjalan sesuai dengan garis yang telah ditentukan oleh
Muhammad. Dalam mempersatukan sesuatu kota yang paling berbahaya adalah adanya
pertentangan golongan. Apabila sengketa golongan-golongan ini harus terjadi
juga, maka harus pula berakhir pada adanya kemenangan satu golongan atas
golongan lainnya yang juga berarti akan berkesudahan dengan menguasainya.
Ada beberapa penulis sejarah yang telah
mengecam tindakan kaum Muslimin terhadap orang-orang Yahudi itu, dengan
anggapan bahwa kisah wanita Islam yang pergi kepada tukang emas itu akan mudah
saja penyelesaiannya selama yang terbunuh itu seorang dari pihak Islam dan
seorang pula dari pihak Yahudi. Sebenarnya dapat saja kita menolak pendapat ini
dengan mengatakan, bahwa terbunuhnya seorang Yahudi dan seorang Muslim itu
belum dapat menghapus coreng penghinaan terhadap kaum Muslimin yang disebabkan
oleh pribadi wanita yang telah dipermainkan oleh orang Yahudi itu. Bagi orang
Arab, melebihi bangsa manapun, masalah semacam ini dapat mengakibatkan
timbulnya huru-hara, dapat menimbulkan peperangan antara dua kabilah atau dua
golongan selama bertahun-tahun hanya karena soal semacam itu saja. Dalam
sejarah Arab contoh-contoh serupa itu sudah cukup pula dikenal terutama oleh
mereka yang pernah mempelajarinya
Tetapi, disamping pertimbangan ini masih
ada pertimbangan lain yang lebih penting lagi. Peristiwa seorang wanita yang
telah menyebabkan terkurungnya Banu Qainuqa, dan terusirnya mereka dari
Medinah, adalah sama seperti terbunuhnya putera mahkota Austria di Sarayevo
dalam tahun 1914 yang telah menyebabkan pecahnya Perang Dunia dan melibatkan
seluruh benua Eropa. Soalnya hanyalah sepercik api yang menyala, yang kemudian
membakar hati kaum Muslimin dan Yahudi bersama-sama demikian rupa, sehingga
akhirmya dapat menimbulkan letusan serta segala akibat yang timbul karenanya.
Sebenarnya, adanya orang-orang Yahudi,
adanya orang musyrik dan orang-orang munafik di Medinah, di samping orang-orang
Islam, telah memperkuat timbulnya perpecahan itu. Dari segi politik, Medinah
merupakan sebuah kawah yang tidak bisa tidak pasti akan meletus. Jadi,
terkepungnya Banu Qainuqa, dan dikeluarkannya mereka dari Medinah adalah gejala
pertama kearah timbulnya letusan itu.
Quraisy bergerak
Sudah wajar sekali bilamana penduduk
Medinah di luar kaum Muslimin menjadi kecut setelah Banu Qainuqa' dikeluarkan
dari kota itu, yang dari luar tampak aman dan tenteram, tapi sebenarnya akan
disusul kelak oleh timbulnya angin badai dan topan. Keadaan aman dan tenteram
ini telah dirasakan orang selama sebulan, dan seharusnya akan terus demikian
selama beberapa bulan, kalau tidak karena Abu Sufyan yang sudah tidak tahan
lagi tinggal lama-lama di Mekah, mendekam dibawah telapak kehinaan kekalahannya
di Badr, tanpa menanamkan kembali dalam pikiran orang-orang Arab di seluruh
Semenanjung itu, bahwa Quraisy masih kuat, masih bersemangat dan masih mampu
berperang dan bertempur.
Karena itu, ia lalu mengumpulkan dua ratus
orang - ada yang mengatakan empatpuluh orang - dari penduduk bersama-sama dia.
Apabila mereka sudah sampai di dekat Medinah, menjelang pagi mereka berangkat
lagi ke sebuah daerah bernama 'Uraidz. Di tempat ini mereka bertemu dengan
seorang-orang Anshar dan seorang teman sekerjanya di kebun mereka sendiri.
Kedua orang itu mereka bunuh dan dua buah rumah serta sebatang pohon kurma di
'Uraidz itu mereka bakar. Menurut Abu Sufyan, sumpahnya hendak memerangi
Muhammad itu sudah terpenuhi. Sekarang ia kembali melarikan diri, takut akan
dikejar oleh Nabi dan sahabat-sahabatnya.
Ekspedisi Sawiq
Muhammad minta beberapa orang sahabat.
Dengan dipimpin sendiri mereka berangkat mengejarnya hingga di Qarqarat'l-Kudr.
Abu Sufyan dan rombongannya makin kencang melarikan diri. Mereka makin
ketakutan. Bahan makanan bawaan mereka yang terdiri dari sawiq(2 mereka
lemparkan, yang kemudian diambil oleh kaum Muslimin yang lalu di tempat
tersebut.
Setelah melihat bahwa mereka itu terus
melarikan diri, Muhammad dan sahabat-sahabatnya kemudian kembali ke Medinah.
Larinya Abu Sufyan itu berbalik merupakan pukulan terhadap dirinya sendiri,
sebab sebelum itu ia. mengira bahwa Quraisy akan dapat mengangkat muka lagi
sesudah terjadinya bencana yang pernah dialami di Badr itu
Karena sawiq yang dibuang oleh Quraisy
itulah, maka ekspedisi ini dinamai "Ekspedisi Sawiq."
Berita tentang Muhammad ini kini tersebar
luas di seluruh kalangan Arab. Kabilah-kabilah yang jauh-jauh tetap enak-enak
di tempat mereka, sedikit sekali memperhatikan keadaan kaum Muslimin, yang
sampai pada waktu itu - masih menjadi orang yang lemah, masih mencari
perlindungan di Medinah - sekarang mereka telah dapat menahan Quraisy, dapat
mengeluarkan Banu Qainuqa', dapat membuat Abdullah b. Ubay jadi ketakutan dan
dapat mengusir Abu Sufyan. Mereka dapat memperlihatkan diri dengan suatu sikap
yang tidak seperti biasa
Sebaliknya, kabilah-kabilah yang berdekatan
dengan Medinah mulai melihat apa yang akan mengancam nasib mereka dengan adanya
kekuatan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu. Demikian juga adanya perimbangan
kekuatan ini dengan kekuatan Quraisy di Mekah, suatu perimbangan yang
akibat-akibatnya sangat mereka takutkan. Soalnya ialah karena jalan pantai ke
Syam adalah satu-satunya jalan rata yang sudah di kenal . Perdagangan Mekah
melalui jalan ini dalam arti ekonomi membawa keuntungan yang berarti juga bagi
kabilah-kabilah itu. Antara Muhammad dengan kabilah-kabilah yang ada di
perbatasan pantai itu sudah ada perjanjian. Tetapi jalan ini sekarang terancam
dan perjalanan musim panaspun terancam bahaya pula, yang mungkin kelak Quraisy
akan terpaksa meninggalkan perbatasan pantai itu. Apa pula nasib yang akan
menimpa kabilah-kabilah ini apabila perdagangan Quraisy nanti jadi terputus?
Bagaimana orang dapat membayangkan mereka akan dapat menanggung kesulitan hidup
diatas daerah yang alamnya memang begitu sulit dan tandus? Jadi sudah
sepatutnya mereka memikirkan nasib mereka itu serta apa pula akibat yang
mungkin akan menimpa karena situasi baru yang belum pernah mereka kenal sebelum
Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu hijrah ke Medinah, sebab sebelum kemenangan
Muslimin di Badr kehidupan kabilah-kabilah itu belum pernah mengalami ancaman
seperti yang mereka bayangkan sekarang.
Kabilah-kabilah bergerak lalu melarikan diri
Peristiwa perang Badr itu telah menimbulkan
rasa takut dalam hati kabilah-kabilah itu. Adakah mereka barangkali iri hati
terhadap Medinah lalu akan menyerang kaum Muslimin, atau apa yang harus mereka
lakukan?
Karena sudah ada berita yang sampai kepada
Muhammad bahwa ada beberapa golongan dari Ghatafan dan Banu Sulaim yang
bermaksud hendak menyerang kaum Muslimin, maka ia segera berangkat ke
Qarqarat'l-Kudr guna memotong jalan mereka. Di tempat ini ia melihat
jejak-jejak binatang ternak tapi tak seorangpun yang ada di padang itu.
Disuruhnya beberapa orang sahabatnya naik ke atas wadi dan dia sendiri menunggu
di bawah. Ia bertemu dengan seorang anak bernama Yasar. Dari pertanyaannya
kepada anak itu ia mengetahui bahwa rombongan itu naik ke bagian atas mata-air.
Oleh kaum Muslimin ternak yang ada di tempat itu dikumpulkan dan dibagi-bagikan
antara sesama mereka sesudah seperlimanya diambil oleh Muhammad, seperti
ditentukan menurut nas Quran. Konon katanya barang rampasan itu sebanyak iima
ratus ekor unta. Sesudah seperlima dipisahkan oleh Nabi, sisanya dibagikan.
Setiap orang mendapat bagian dua ekor unta.
Juga sudah ada berita yang sampai kepada
Muhammad, bahwa ada beberapa golongan dari Banu Tha'laba dan Banu Muharib di
Dhu Amarr yang telah berkumpul. Mereka bersiap-siap akan melakukan serangan.
Nabi s.a.w. segera berangkat dengan 450 orang Muslimin. Ia bertemu dengan salah
seorang anggota kabilah Tha'laba ini, dan ketika ditanyainya tentang rombongan
itu ditunjukkannya tempat mereka.
"Muhammad, kalau mereka mendengar
keberangkatanmu ini, mereka lari ke puncak-puncak gunung," kata orang itu.
"Saya bersedia berjalan bersamamu dan menunjukkan tempat-tempat persembunyian
mereka."
Tetapi orang-orang yang iri hati itu
tatkala mendengar bahwa Muhammad sudah berada dekat dari mereka, cepat-cepat
mereka lari ke gunung-gunung.
Selanjutnya sampai pula berita, bahwa
sebuah rombongan besar dari Banu Sulaim di Bahran sudah siap-siap akan
menyerang. Pagi-pagi sekali ia segera berangkat dengan 300 orang, dan satu
malam sebelum sampai di Bahran dijumpainya seorang laki-laki dari kabilah Banu
Sulaim. Ketika ditanyakan oleh Muhammad tentang mereka itu, dikatakannya bahwa
mereka telah cerai-berai dan sudah kembali pulang.
Demikian jugalah halnya dengan orang-orang
Arab Badwi, mereka serba ketakutan kepada Muhammad, gelisah akan nasib mereka
sendiri. Begitu terpikir oleh mereka hendak berkomplot terhadap Muhammad,
hendak berangkat memeranginya, tapi baru mendengar saja mereka, bahwa ia sudah
berangkat hendak menghadapi mereka, hati mereka sudah kecut ketakutan.
Pada waktu inilah pembunuhan terhadap Ka'b
b. Asyraf itu terjadi, seperti yang sudah kita kemukakan di atas. Sejak itu
orang-orang Yahudi merasa ketakutan. Mereka tinggal dalam lingkungannya
sendiri, tak ada yang berani keluar. Mereka kuatir akan mengalami nasib seperti
Ka'b. Lebih-lebih lagi ketakutan mereka, setelah Muhammad menghalalkan darah
mereka sesudah peristiwa Banu Qainuqa' yang sampai harus mengalami blokade itu.
Oleh karena itu mereka lalu datang menemui
Muhammad mengadukan hal-ihwal mereka. Mereka mengatakan bahwa pembunuhan
terhadap Ka'b itu adalah pembunuhan gelap, dia tidak berdosa dan
persoalannyapun tidak diberitahukan. Tetapi jawabnya kepada mereka: Dia sangat
mengganggu kami, mengejek kami dengan sajak. Sekiranya dia tetap saja seperti
yang lain-lain yang sepaham dengan dia, tentu dia tidak akan mengalami bencana.
Setelah terjadi pembicaraan yang cukup lama
dengan mereka, maka dimintanya mereka membuat sebuah perjanjian bersama dan
supaya mereka dapat menghormati isi perjanjian itu. Tetapi orang-orang Yahudi
sudah merasa hina sendiri dan ketakutan, meskipun yang tersimpan dalam hati
mereka terhadap Muhammad akan tampak juga akibatnya kelak. Apa yang harus
dilakukan Quraisy dengan perdagangannya itu setelah ternyata Muhammad kini
menguasai jalan tersebut? Hidupnya Mekah dari perdagangan. Apabila jalan ke
arah itu tidak ada, maka ini adalah bahaya yang tidak akan pernah dialami oleh
kota lain. Sekarang Muhammad akan membuat blokade atas jalan itu, dan posisinya
akan dihancurkan dari jiwa orang Arab.
Dalam hal ini Shafwan b. Umayya berkata di
hadapan orang-orang Quraisy:
"Perdagangan kita sekarang telah dirusak
oleh Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Tidak tahu lagi kita apa yang harus
kita perbuat terhadap pengikut-pengikutnya itu, sementara mereka tidak pula mau
meninggalkan pantai. Dan orang-orang pantaipun sudah pula mengadakan perjanjian
perdamaian dengan mereka dan golongan awamnya juga sudah jadi pengikutnya Tidak
tahu dimana kita harus tinggal. Kalau kita tinggal saja di tempat kita ini,
berarti kita akan makan modal sendiri, dan ini tidak akan bisa bertahan. Hidup
kita di Mekah ini hanya bergantung pada perdagangan; musim panas ke Syam dan
musim dingin ke Abisinia."
Aswad b. Abd'l-Muttalib menjawab:
"Jalan ke pantai sudah dibelokkan.
Ambil sajalah jalan Irak."
Lalu ditunjukkannya kepada mereka itu Furat
b. Hayyan dari kabilah Banu Bakr b. Wa'il supaya menjadi penunjuk jalan.
"Teman-teman Muhammad tidak pernah
menginjakkan kakinya ke jalan Irak," kata Furat. "Jalan ini merupakan
dataran tinggi dan padang pasir."
Tetapi Shafwan tidak takut padang pasir.
Selama perjalanan itu dalam musim dingin tidak seberapa mereka membutuhkan air.
Untuk itu Shafwan sudah menyediakan perak dan barang lain seharga 100.000
dirham. Ketika Quraisy sedang sibuk mengatur perjalanan yang akan membawa
perdagangannya itu, Nuiaim b. Mas'ud al-Asyja'i sedang berada di Mekah. Ia
pulang kembali ke Medinah. Apa yang dibicarakan dan diperbuat Quraisy itu
meluncur juga dari lidahnya dan sampai kepada salah seorang dari kalangan
Islam. Orang yang belakangan ini cepat-cepat menyampaikan berita itu kepada
Muhammad. Waktu itu juga Nabi menugaskan Zaid b. Haritha dengan seratus orang
pasukan berkendaraan. Mereka mencegat perdagangan itu di Qarda, (sebuah
pangkalan air di Najd). Orang-orang Quraisy itu lari dan kafilah dagangnya
dikuasai Muslimin. Ini merupakan rampasan berharga yang pertama sekali dikuasai
oleh kaum Muslimin.
Kemudian Zaid dan anak buahnya kembali.
Setelah yang seperlima dipisahkan oleh Muhammad sisanya dibagikan kepada yang
lain. Selanjutnya Furat b. Hayyan dibawa, dan untuk keselamatannya kepadanya
ditanyakan untuk masuk Islam, dan inipun diterimanya.
Hancurnya Safwan b. Umayya.
Sesudah semua ini adakah Muhammad lalu
merasa puas bahwa keadaan sudah stabil? Atau sudah terpesona oleh hari itu saja
lalu melupakan hari esoknya? Ataukah juga sudah terbayang olehnya, bahwa ketakutan
kabilah-kabilah dan diperolehnya rampasan dari Quraisy sudah menunjukkan, bahwa
perintah Allah dan perintah RasulNya sudah dapat diamankan dan tak perlu lagi
dikuatirkan? Ataukah kepercayaannya akan pertolongan Tuhan itu berarti ia boleh
berbuat sesuka hati, karena sudah mengetahui bahwa segala persoalan
keputusannya berada di tangan Tuhan? Tidak! Memang benar, segala persoalan
keputusannya di tangan Tuhan. Tetapi orang tidak akan mendapat perubahan dalam
hukum Tuhan itu. Tak ada jalan lagi orang akan membantah adanya naluri yang
sudah ditanamkan Tuhan dalam dirinya. Quraisy sebagai pemimpin orang Arab,
tidak mungkin mereka akan surut dari tindakan membalas dendam. Kafilah Shafwan
b. Umayya yang sudah dikuasai itupun akan menambah hasrat mereka hendak
membalas dendam, akan bertambah keras kehendak mereka mengadakan serangan
kembali.
Dengan siasatnya yang sehat serta
pandangannya yang jauh hal semacam itu oleh Muhammad tidak akan terabaikan.
Jadi sudah tentu ia harus menambah kecintaan kaum Muslimin kepadanya, dan
mempererat pertalian. Kendatipun Islam sudah memberikan kebulatan tekad kepada
mereka dan membuat mereka seperti sebuah bangunan yang kokoh, satu sama lain
saling memperkuat, namun kebijaksanaan pimpinan terhadap mereka itu akan lebih
lagi menguatkan kerja-sama dan tekad mereka.
Justeru karena kebijaksanaan pimpinan
inilah hubungan Muhammad dengan mereka itu makin erat. Dalam hubungan ini pula
ia melangsungkan perkawinannya dengan Hafsha, puteri Umar ibn'l-Khattab,
seperti juga sebelum itu dengan Aisyah, puteri Abu Bakr. Sebelum itu Hafsha
adalah isteri Khunais - termasuk orang yang mula-mula dalam Islam - yang sudah
meninggal tujuh bulan lebih dulu sebelum perkawinannya dengan Muhammad. Dengan
perkawinannya kepada Hafsha ini, kecintaan Umar ibn'l-Khattab kepadanya makin
besar Juga Fatimah, puterinya, dikawinkannya dengan sepupunya, Ali (b. Abi
Talib), orang yang sejak kecilnya sangat cinta dan ikhlas kepada Nabi. Oleh
karena Ruqayya, puterinya, telah berpulang ke rahmatullah, maka sesudah itu Usman
b. 'Affan dikawinkannya kepada puterinya yang seorang lagi, Umm Kulthum.
Dengan demikian, ia diperkuat lagi oleh
pertalian keluarga semenda dengan Abu Bakr, Umar, Usman dan Ali. Ini merupakan
gabungan empat orang kuat dalam Islam yang sekarang mendampinginya, bahkan yang
terkuat. Dengan ini kekuatan dalam tubuh kaum Muslimin makin mendapat jaminan
lagi. Di samping itu rampasan perang yang mereka peroleh dalam peperangan itu
menambah pula keberanian mereka bertempur, yang juga merupakan gabungan antara
berjuang di jalan Allah dan mendapat rampasan perang dari orang-orang musyrik.
Dalam pada itu, berita-berita serta segala
persiapan Quraisy selalu diikuti dengan saksama dan sangat teliti sekali. Pihak
Quraisy sendiri memang sudah mengadakan persiapan hendak menuntut balas, dan
membuka jalan perdagangannya ke Syam; supaya dari segi perdagangan dan segi
keagamaannya kedudukan Mekah jangan sampai meluncur jatuh tidak lagi dapat
mempertahankan diri.
Catatan kaki:
1 Perlu dijelaskan disini kalau dasar centa
ini benar bahwa peristiwa itu bukanlah atas perintah Nabi, seperti ada orang
mengira demikian. Tetapi mereka telah mengambil tindakan sendiri, seperti kata
Haekal. Jiwa dan akhlak Nabi jauh lebih tinggi daripada akan melakukan
kekerasan. Dalam peperanganpun melarang membunuh orang berusia lanjut,
anak-anak, wanita, sekalipun yang ikut aktif. Peristiwa Hindun bt. 'Utba dalam
perang Uhud, wanita Yahudi yang meracun Nabi dan penyair Abu 'Azza, adalah dari
sekian banyak contoh. Malah kemudian mereka dimaafkan. Yang perlu kita ketahui
juga, bahwa 'Umažr b. 'Auf adalah satu kabilah dengan suami 'Ashma,' yakni dari
Khatma, demikian juga Abu 'Afak masih sekabilah dengan Salim, yakni dari Banu
'Amr b. 'Auf, dengan motif yang hampir sama (A).
2 Sejenis tepung jelai atau gandum (A).
0 comments:
Post a Comment