Kata Dajjal tak tertera dalam Al-Qur'an, tetapi
dalam Hadits sahih diterangkan, bahwa sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat
terakhir dari surat al-Kahfi melindungi orang dari fitnahnya Dajjal, jadi
menurut Hadits ini, Al-Quran memberi isyarat siapakah Dajjal itu. Mengenai hal
ini diterangkan dalam Kitab Hadits yang amat sahih sebagai berikut:
"Barang siapa hapal sepuluh ayat
pertama Surat Al-Kahfi, ia akan selamat dari
(fitnahnya) Dajjal."
"Barang siapa membaca sepuluh ayat
terakhir dari surat Al-Kahfi, ia akan selamat dari (fitnahnya) Dajjal."
Boleh jadi, dalam menyebut sepuluh ayat
pertama dan sepuluh ayat terakhir, itu yang dituju ialah seluruh surat Al-Kahfi
yang melukiskan ancaman Nasrani yang beraspek dua, yang satu bersifat
keagamaan, dan yang lain bersifat keduniaan. Bacalah sepuluh ayat pertama dan
sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi, anda akan melihat seterang-terangnya
bahwa yang dibicarakan dalam dua tempat itu adalah ummat Nasrani.
Mula-mula diuraikan aspek keagamaan, yang
dalam waktu itu Nabi Muhammad dikatakan sebagai orang yang memberi peringatan
umum kepada sekalian manusia (ayat 2), lalu dikatakan sebagai orang yang
memberi peringatan khusus kepada ummat Nasrani (ayat 4), yaitu ummat yang
berkata bahwa Allah memungut Anak laki-laki. Demikianlah bunyinya:
"Segala puji kepunyaan Allah Yang
menurunkan Kitab kepada hamba-Nya ..., ... agar ia memberi peringatan tentang
siksaan yang dahsyat dari Dia… dan ia memperingatkan orang-orang yang berkata
bahwa Allah memungut anak laki-laki." (18:1-4).
Terang sekali bahwa yang dituju oleh ayat
tersebut ialah ummat Nasrani, yang ajaran pokok agamanya ialah Tuhan mempunyai
Anak laki-laki. Dalam sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi diuraikan
seterang-terangnya, bahwa ummat Nasrani mencapai hasil gemilang di lapangan
duniawi. Demikianlah bunyinya :
"Apakah orang-orang kafir mengira
bahwa mereka dapat mengambil hamba-Ku sebagai pelindung selain Aku?… Katakan
Apakah Kami beritahukan kepada kamu orang-orang yang paling rugi perbuatannya?
(Yaitu) orang yang tersesat jalannya dalam kehidupan dunia, dan mereka mengira
bahwa mereka adalah orang yang mempunyai keahlian dalam membuat
barang-barang." (18: 102-104).
Ini adalah gambaran tentang bangsa-bangsa
Barat yang diramalkan dengan kata-kata yang jelas. Membuat barang adalah
keahlian dan kebanggaan ummat Nasrani, dan ciri-khas inilah yang dituju oleh
ayat tersebut. Mereka berlomba-lomba membuat barang-barang, dan mereka begitu
sibuk datam urusan ini, sehingga penglihatan mereka akan nilai-nilai kehidupan
yang tinggi, menjadi kabur sama sekali. Membuat barang-barang, sekali lagi
membuat barang-barang, adalah satu-satunya tujuan hidup mereka di dunia. Jadi,
sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi menerangkan
dengan jelas bahayanya ajaran Kristen tentang Putra Allah, dan tentang kegiatan
bangsa-bangsa Kristen di lapangan kebendaan, dan inilah yang dimaksud dengan
fitnahnya Dajjal.
Ya'juj wa-Ma'juj diuraikan dua kali dalam
Al-Quran. Yang pertama diuraikan dalam surat al-Kahfi, sehubungan dengan uraian
tentang gambaran Dajjal. Menjelang berakhimya surat al-Kahfi, diuraikan tentang
perjalanan Raja Dhul-Qarnain* ke berbagai jurusan untuk memperkuat tapal-batas
kerajaannya.
Ternyata bahwa menurut sejarah, raja ini
ialah raja Persi yang bernama Darius I. Diterangkan dalam surat tersebut, bahwa
perjalanan beliau yang pertama, berakhir di laut Hitam. "Sampai tatkala ia
mencapai ujung yang paling Barat, ia menjumpai matahari terbenam dalam sumber
yang berlumpur hitam." (18:86). Ternyata bahwa yang dimaksud sumber yang
berlumpur hitam ialah Laut Hitam.
Selanjutnya diuraikan dalam surat tersebut,
kisah perjalanan beliau ke Timur "Sampai tatkala ia mencapai tempat
terbitnya matahari, ia menjumpai matahari terbit di atas kaum yang tak Kami
beri perlindungan dari (matahari) itu" (18:90). Selanjutnya diuraikan tentang
perjalanan beliau ke Utara. "Sampai tatkala ia mencapai (suatu tempat)
diantara dua bukit" (18:93).
Yang dimaksud dua bukit ialah pegunungan
Armenia dan Azarbaijan. Dalam perjalanan ke Utara ini, raja Dhul-Qarnain
berjumpa dengan suatu kaum yang berlainan bahasanya, artinya, mereka tak
mengerti bahasa Persi. Kaum ini mengajukan permohonan kepada raja Dhul-Oarnain
sbb: "Wahai Dhul-Qarnain! Sesungguhnya Ya'juj wa-Ma'juj itu membuat
kerusakan di bumi. Bolehkah kami membayar upeti kepada engkau, dengan syarat
sukalah engkau membangun sebuah rintangan antara kami dan mereka" (18:94).
Selanjutnya Al-Qur'an menerangkan, bahwa
raja Dhul-Qarnain benar-benar membangun sebuah tembok** dan sehubungan dengan
itu, Al-Qur'an menyebut-nyebut besi dan tembaga sebagai bahan untuk membangun
pintu gerbang:
"Berilah aku tumpukan besi, sampai
tatkala (besi) itu memenuhi ruangan di antara dua bukit, ia berkata: 'Bawalah
kemari cairan tembaga yang akan kutuangkan di atasnya' (18:96). Dalam ayat 97
diterangkan, bahwa tatkala tembok itu selesai, mereka (Ya'juj wa-Ma'juj) tak
dapat menaiki itu, dan tak dapat pula melobangi itu. Dalam ayat 98, raja
Dhul-Qarnain menerangkan, bahwa bagaimanapun kuatnya, tembok ini hanya akan
berfaedah sampai jangka waktu tertentu, dan akhirnya tembok ini akan runtuh.
Lalu kita akan dihadapkan kepada peristiwa yang lain. "Dan pada hari itu,
Kami akan membiarkan sebagian mereka (Ya'juj wa-Ma'juj) bertempur melawan
sebagian yang lain" (18:99).
*[Kata Dhul-Qarnain makna aslinya
"mempunyai dua tanduk", tetapi dapat berarti pula "orang yang
memerintah dua generasi", atau, "orang yang memerintah dua kerajaan.
Makna terakhir ini diberikan oleh musafir besar Ibnu Jarir. Dalam kitab
perjanjian lama, Kitab Nabi
Daniel, terdapat uraian tentang impian nabi Daniel, dimana ia melihat seekor
domba bertanduk dua. Impian itu ditafsirkan dalam al-Kitab dengan kata-kata
sebagai berikut: "Adapun domba jantan, yang telah kau lihat dengan tanduk
dua pucuk, yaitu raja Media dan Persi, (Daniel 8:20). Diantara raja Media dan
Persi, yang paling cocok dengan gambaran Al-Quran, ialah raja Darius I (521-485
sebelum Kristus).
Jewish Encyclopaedia menerangkan sbb :
"Darius adalah negarawan yang ulung. Peperangan yang beliau lakukan
hanyalah dimaksud untuk membulatkan tapal-batas kerajaannya, yaitu di Armenia,
Kaukasus, India, sepanjang gurun Turania dan dataran tinggi Asia Tengah".
Pendapat ini dikuatkan oleh Encyclopaedia Britannica sbb: "Tulisan yang
diukir dalam batu menerangkan bahwa raja Darius adalah pemeluk agama Zaratustra
yang setia. Tetapi beliau juga seorang negarawan yang besar. Pertempuran yang
beliau lakukan, hanyalah untuk memperoleh tapal-batas alam yang kuat bagi
kerajaannya, demikian pula untuk menaklukkan suku bangsa biadab di daerah
perbatasan. Jadi, raja Darius menaklukkan bangsa biadabdi pegunungan Pontic dan
Atmenia,dan meluaskan kerajaan Persia sampai Kaukasus"].
**[Rintangan atau tembok yang diuraikan
disini ialah tembok yang termasyur di Derbent (atau Darband) yang terletak di
pantai Laut Kaspi. Dalam kitab Marasidil - Ittila', kitab ilmu-bumi yang
termasyur, terdapat uraian tentang hal itu. Demikian pula dalam kitabnya lbnu
at-Faqih. Encyclopaedia Biblica menjelaskan tembok itu sbb :.Derbent atau
Darband adalah sebuah kota kerajaan Persi di Kaukasus, termasuk propinsi
Daghistan, di pantai Barat laut Kaspi…
Di ujung sebelah Selatan, terletak Tembok Kaukasus yang menjulang ke
laut, yang panjangnnya 50 mil, yang disebut Tembok Alexander…Tembok ini
seluruhnya mempunyai ketinggian 29 kaki, dan tebal ± 10 kaki; dan dengan pintu
gerbangnya yang dibuat dari besi, dan berpuluh-puluh menara-pengintai,
merupakan pertahanan tapal-batas kerajaan Persi yang kuat].
0 comments:
Post a Comment